PDIP, PKB, Golkar hingga PPP Pernah Alami Perpecahan Seperti Partai Demokrat Saat Ini
Dualisme PDI ini kemudian berujung pada peristiwa mencekang yang terjadi pada 27 Juli 1996 atau dikenal dengan "Kudatuli" (Kerusuhan 27 Juli)
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekisruhan politik jadi persoalan yang kerap mendera tempat para politikus bekerja.
Perpecahan internal yang berujung pada dualisme kepemimpinan tampak wajar dialami.
Tahun 2021 ini, Partai Demokrat merasakan kekisruhan yang sama dengan parpol politik besar lainnya.
Sebut saja Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB), Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan ( PPP).
Keempat parpol tersebut pernah merasakan perpecahan yang sama, seperti yang dialami Partai Demokrat saat ini.
Baca juga: Ditawari Uang Rp 30 Juta untuk Ikut KLB Demokrat, Mashadi Tetap Loyal kepada AHY
Dalam artikel ini terdapat kilas balik sederet parpol besar Indonesia yang pernah mengalami kekisruhan berujung pada dualisme kepemimpinan.
Ya, api konflik di tubuh Partai Demokrat kian memanas usai Moeldoko terpilih sebagai ketua umum melalui Kongres Luar Biasa (KLB).
KLB yang berlangsung pada Jumat (5/3/2021) di Deli Serdang, Sumatera Utara itu digelar oleh pihak yang kontra dengan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY).
Dengan hasil KLB tersebut, maka Partai Demokrat kini terpecah menjadi dua, yaitu di bawah AHY dan Moeldoko.
Kondisi ini memperpanjang catatan sejarah partai politik di Indonesia yang pernah terpecah, berikut daftarnya:
1. PDIP Soerjadi vs PDIP Megawati
Perpecahan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia ( PDI) bermula ketika 16 fungsionaris DPP PDI menyatakan akan melaksanakan kongres PDI guna memisahkan diri dari kepengurusan Megawati.
DPP PDI pun langsung memecat 16 fungsionaris itu karena secara sepihak mengadakan kongres yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggah (AD/ART) PDI.
Baca juga: Wanto Sugito Terpilih Jadi Ketua Umum Repdem, Organisasi Sayap PDI Perjuangan
Meski demikian, kongres di Medan tetap berjalan dan menunjuk Wakil Ketua MPR/DPR Soerjadi sebagai ketua umum, dikutip dari Harian Kompas, 22 Juni 1996.