Nurdin Abdullah Tepis Uang Suap Buat Tutupi Utang Kampanye
Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menepis uang suap yang diterimanya untuk membayar utang kampanye.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menepis uang suap yang diterimanya untuk membayar utang kampanye.
Hal ini diutarakan Nurdin usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (9/3/2021) dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Enggak.. enggak.. nanti penyidik yang jelasin," tepis Nurdin.
Nurdin juga enggan bicara seputar uang senilai Rp1,4 miliar dan mata uang asing sebesar 10.000 dolar AS serta 190.000 dolar Singapura yang telah disita KPK dari rumah dinas dan pribadinya.
"Ya.. ya.. nanti aja penyidik," katanya.
Sebelumnya Nurdin telah mengklaim bahwa uang yang sudah disita itu bukan barang bukti atas kasus dugaan suap yang menjeratnya, melainkan untuk pembangunan masjid.
Terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan, Nurdin Abdullah diperiksa kapasitasnya sebagai tersangka.
"Namun masih sebatas konfirmasi awal di antaranya mengenai identitas masing-masing tersangka. Selanjutnya tim penyidik KPK akan kembali mengagendakan untuk pemeriksaan masing-masing sebagai tersangka jika nanti sudah didampingi oleh tim PH (penasihat hukum)," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menduga Nurdin Abdullah melakukan korupsi untuk menutup utang biaya kampanye.
Baca juga: KPK Konfrontir Gubernur Nurdin Abdullah dengan 2 Tersangka Suap Proyek di Sulsel
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengatakan Nurdin diduga mencari sponsor pengusaha lokal.
Akibatnya, Nurdin memiliki kewajiban untuk membayar hutang budi itu dengan memberikan kontrak proyek kepada rekanan yang mendukungnya atau tim kampanye.
“Bisa jadi begitu, semua pasti akan didalami di tingkat penyidikan,” kata Alex, Selasa (2/3/2021).
Adapun Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel Edy Rahmat, yang merupakan orang kepercayaan Nurdin, dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
Nurdin serta Edy menjadi tersangka penerima suap, sementara Agung berstatus tersangka pemberi suap.
Penetapan tersangka ketiganya merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (26/2/2021) malam, di Sulsel.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima uang sejumlah Rp5,4 miliar dari beberapa kontraktor proyek.
Pertama, Agung diduga memberikan uang Rp2 miliar kepada Nurdin melalui Edy. Sebagai informasi, salah satu proyek yang dikerjakan Agung di tahun 2021 adalah Wisata Bira.
Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain sebesar Rp200 juta pada akhir tahun 2020, uang Rp2,2 miliar pada awal Februari 2021, dan uang Rp1 miliar pada pertengahan Februari 2021.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.