Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ekonom Sebut Unrealized Loss BPJAMSOSTEK Masih Wajar sebagai Risiko Investasi

Beberapa bulan terakhir, masyarakat dikagetkan tuduhan kerugian tidak wajar, yang berpotensi pidana pada unrealized loss portofolio saham BPJAMSOSTEK.

Editor: Content Writer
zoom-in Ekonom Sebut Unrealized Loss BPJAMSOSTEK Masih Wajar sebagai Risiko Investasi
Istimewa
Profesor Keuangan Investasi IPMI International Business School Roy Sembel. 

TRIBUNNEWS.COM - Profesor Keuangan Investasi IPMI International Business School, Roy Sembel, menguliti fenomena unrealized loss (UL) yang kini menjadi momok yang menakutkan karena berpotensi menjadi ancaman kriminalisasi sehingga sangat menakutkan bagi dunia investasi setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penyidikan terhadap BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK.

Beberapa bulan terakhir, masyarakat dikagetkan dengan tuduhan kerugian tidak wajar, yang berpotensi pidana pada UL portofolio saham BPJAMSOSTEK.

“Kerugian ini, terkesan dipaksakan, seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya. Padahal, hasil kajian menunjukkan bahwa proses investasi portofolio BPJAMSOSTEK sudah prudent dan sesuai kaidah-kaidah investasi. Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan resiko yang relatif baik. Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi, saham, reksadana, deposito, obligasi dan bahkan properti serta penyertaan langsung,” bebernya dalam keterangan tertulis.

Baca juga: Jangan Samakan Kasus BPJS Ketenagakerjaan dengan Jiwasraya dan Asabri

Di dalam masing-masing kelas asset, lanjut Sembel, dilakukan strategi pemilihan sekuritas atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, dalam pemilihan manager investasi relatif ketat.

Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun. Lebih jauh dia memaparkan, data portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham LQ-45.

Itu artinya isi portfolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.

“Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi,” tambah dia.

Berita Rekomendasi

Bukti menunjukkan, sambung Sembel, unrealized loss-nya naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu, unrealized loss menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2.91% dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN. Naik turun akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.

Baca juga: Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Diperiksa Kejagung RI

“Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat tergantung dari pergerakan IHSG. Ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya harga saham, namun yang paling penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi pasar yang besar dan hal itu yang menjadi portofolio saham BPJS-TK,” tegas Roy Sembel.

Tak cukup sampai disitu, Sembel menegaskan, temuan itu berbeda dengan kerugian portofolio investasi pada kasus Jiwasraya. Portofolio saham-saham Jiwasraya, seperti diungkap ke media termasuk golongan saham kualitas rendah, tidak likuid dan mempunyai kaplitalisasi pasar yang kecil. Banyak orang menyebut saham-saham “gorengan”.

“Jelas hal ini berbeda, meski tampak sama. Banyak perbedaan riil antara kerugian Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss seperti di BPJAMSOSTEK. Hal yang mendasar terjadi, seperti persyaratan pemilihan manager investasi. Di BPJAMSOSTEK sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar,” imbuh dia.

Ada perbedaan, tambah dia, dari sisi alokasi aset. Misalnya, porsi saham dan reksadana di Jiwasraya lebih dari 91% (31 Desember 2019). Sementara di BPJAMSOSTEK pada 31 Desember 2020 lalu hanya 23,56% untuk porsi saham dan reksadana. Dari data itu jelas terlihat bahwa strategi alokasi aset berbeda di antara keduanya. Kondisi makin nyata ketika menengok portofolio saham Jiwasraya dengan BPJAMSOSTEK.


Seperti diulas sebelumnya, portofolio saham BPJAMSOSTEK termasuk saham kualitas bagus, likuid dan kapitalisasinya besar. Pendek kata saham blue chip berfundamental bagus sehingga berbeda dengan portofolio saham Jiwasraya pada umumnya.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Siap Hadapi Tantangan Pengelolaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

BPJAMSOSTEK dengan dana kelolaan Rp484,38 triliun merupakan investor institusional dalam negeri yang dapat berperan dalam peningkatan pendalaman pasar finansial di Indonesia. Tidak ada salahnya seluruh stakeholder dapat menjaga momentum untuk menyongsong pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Kesimpulannya, unrealized loss pada portofolio investasi saham BPJAMSOSTEK berbeda dengan kasus kerugian Jiwasraya. Unrealized loss BPJAMSOSTEK adalah wajar sebagai risiko wajar dari investasi saham di pasar modal dan bisa kembali untung saat pasar kembali ke level sebelum pandemi.

“Jadi, kerugian portofolio saham BPJAMSOSTEK masih di atas kertas yang wajar sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan dengan membaiknya ekonomi setelah Pandemi Covid-19. Unrealized loss ini tidak logis dikategorikan sebagai kerugian hasil manipulasi yang berpotensi pidana. Lebih pada risiko bisnis yang sudah dikalkulasi dengan baik,” tutupnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas