Perempuan Tani HKTI Dorong Keterbukaan Data Beras
Anggaran dari Kementerian Pertanian (Kementan) pun naik berkali-kali lipat, bahkan yang tertinggi sepanjang sejarah Republik ini.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perempuan Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengingatkan kembali terkait dokumen nawacita Presiden Joko Widodo yang menjadikan kedaulatan pangan sebagai salah satu program prioritas.
Diketahui, anggaran dari Kementerian Pertanian (Kementan) pun naik berkali-kali lipat, bahkan yang tertinggi sepanjang sejarah Republik ini.
Berturut-turut 2014 (Rp 14,23 Triliun), 2015 (Rp 32,72 Triliun), 2016 (Rp 27,72 Triliun), 2017 (Rp 24,22 Triliun), 2018 (Rp 24,03 Triliun), 2019 (Rp 21,71 Triliun).
"Periode kedua, Jokowi masih tetap menempatkan sektor pertanian menjadi prioritas, terutama komoditas pangan yang masih diimpor dalam jumlah besar seperti jagung, kedelai, dan beras dan komoditas lainnya yang jumlah impornya masih jutaan," ungkap Ketua Umum Perempuan Tani HKTI, Dian Novita Susanto dalam keterangan pers, Minggu (14/3/2021).
Dian menjelaskan, alokasi APBN pun untuk sektor ini masih cukup besar 2020 sebesar Rp 21,05 triliun dan 2021 sebesar Rp 15,51 triliun.
Baca juga: Dorong Ekspor Komoditas Pertanian, Tiga Kementerian Harus Bersinergi
Dalam Rakernas Pembangunan Pertanian 2021 pada 11 Januari lalu Joko Widodo kembali mengingatkan para Menteri terkait, terutaman Kementan untuk terus berkordinasi dan mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat untuk menjadikan Indonesia berdaulat pangan bahkan menjadi pemain pangan dunia.
Terkhusus beras, Jokowi meminta agar keberhasilan tahun 2020 yang tidak ada impor beras untuk dipertahankan.
Menurut Dian, awal Maret 2021, publik terutama petani dikagetkan dengan rencana pemerintah Indonesia yang akan mengimpor beras yang jumlahnya sampai 1 juta ton.
Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras periode Januari-April 2021 cukup tinggi, diangka 14,54 juta ton artinya meningkat 26,84 persen dibandingkan produksi beras periode yang sama tahun 2020 yang hanya 11,46 juta ton.
BPS juga menghitung panen raya dibulan yang sama kurang lebih 4,8 juta ton beras.
"Dengan cepat rencana kebijakan tersebut mendapatkan reaksi dari petani, akademisi dan praktisi pertanian, dan berbagai organisasi non pemerintah yang fokus pada pertanian menyuarakan penolakannya.
Argumentasi mereka didasarkan pada waktu panen raya yang sudah mulai dan puncaknya April dan berdampak pada harga gabah dilapangan sebab tidak semua gabah petani terserap oleh Bulog. Jelas impor ini akan merugikan petani," ujar Dian.
Dian yang dilantik sebagai Ketua Umum Perempuan Tani HKTI oleh Moeldoko ini menbeberkan dalam sejarah pemerintahan Indonesia, komoditas beras menjadi prioritas utama.