Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Diminta Fokus Susun Perizinan Usaha Berbasis Risiko untuk Implementasi UU Cipta Kerja

Ahmad Redi menjelaskan, merujuk pada PP 5 tahun 2021 sejatinya yang harus diprioritaskan adalah membuat perizinan berusaha berdasarkan risiko tinggi

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pemerintah Diminta Fokus Susun Perizinan Usaha Berbasis Risiko untuk Implementasi UU Cipta Kerja
Tribun Jogja
Ilustrasi UU Cipta Kerja 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian terkait diminta segera menyusun aturan teknis terkait tata cara pelaksanaan Undang Undang Cipta Kerja menyusul telah disahkannya UU 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) serta 4 Peraturan Presiden (Perpres).

Peraturan teknis tersebut rencananya dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM).

Beberapa kementerain, di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, saat ini tengah menyusun RPM sebagai aturan teknis tentang tata cara pelaksanaan UU Cipta Kerja.

Sesuai amanat PP 5 tahun 2021, peraturan pelaksana mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko wajib ditetapkan dalam kurun waktu 2 bulan sejak PP tersebut mulai berlaku.

Untuk memenuhi target tersebut, Kemenko Perkekonomian dan kementerian teknis lainnya perlu memfokuskan sumber daya.

Namun, menyelesaikan RPM dalam waktu dua bulan bukanlah hal yang mudah.

Baca juga: Terapkan Protokol Kesehatan Ketat, INKAI Gelar Rakernas dan Musyawarah Kerja Bersama Luar Biasa

BERITA TERKAIT

Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Koligium Jurist Institute berpendapat penyusunan RPM bertujuan baik, yaitu agar kemudahan dalam perizinan dan memulai kegiatan usaha dapat segera terwujud.

"Ini adalah esensi dari UU Cipta Kerja. Upaya yang dikoordinir Kemenko Perekonomian ini patut diapresiasi,"ujarnya dalam keterangan pers, Senin (15/3/2021).

Ahmad Redi menjelaskan, merujuk pada PP 5 tahun 2021 sejatinya yang harus diprioritaskan adalah membuat perizinan berusaha berdasarkan risiko tinggi, menengah dan rendah.

"Jadi fokus Pemerintah dalam 2 bulan ini adalah membuat RPM Perizinan. Tidak boleh keluar dari itu. Sedangkan peraturan teknis lainnya tidak dibatasi waktunya namun tetap harus disusun secara komprehensif," ujarnya.

Redi menyampaikan contoh penyusunan RPM yang tidak fokus terjadi di Kominfo. Bukannya fokus ke perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana diamanatkan PP 5 tahun 2021, Kominfo bahkan menargetkan untuk menyelesaikan semua substansi PP 46 tahun 2021 mengenai Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dalam waktu 2 bulan.

Hal ini dinilainya kontra produktif dan tidak sesuai dengan PP 5 tahun 2021.

Baca juga: Raker dengan Komisi IX, Menaker Singgung 29 Juta Tenaga Kerja Terdampak Pandemi Covid-19

Agar pengembangan ekonomi digital dapat mendukung penuh program Presiden Jokowi, Redi menyarankan agar Kominfo dapat merujuk kepada UU 12 tahun 2011 dan PP 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor Postelsiar dengan memprioritaskan membuat RPP perizinan terlebih dahulu. Bukan malah membuat RPM 'Sapu Jagat' dalam waktu 2 bulan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas