Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belajar Bahasa Sejak 2005, Peneliti Qianqian Luli Mengaku Jatuh Hati dengan Indonesia

Qianqian Luli saat ini telah fasih berbahasa Indonesia, dia juga mengenal budaya-budaya Indonesia, serta melakukan sejumlah penelitian.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Belajar Bahasa Sejak 2005, Peneliti Qianqian Luli Mengaku Jatuh Hati dengan Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya UI
Luli Qianqian (32), peneliti di Indonesian Studies Center, Fujian Normal University, Fuzhou China 

Laporan Wartawan Tribunnews, Lusius Genik 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Luli Qianqian (32), peneliti di Indonesian Studies Center, Fujian Normal University, Fuzhou China, mengaku jatuh cinta kepada Indonesia setelah dia lama mempelajari tentang Indonesia di berbagai perguruan tinggi.

Luli Qianqian saat ini telah fasih berbahasa Indonesia, dia juga mengenal budaya-budaya Indonesia, serta melakukan sejumlah penelitian.

Anna, nama Indonesia Luli Qianqian, adalah wanita asal Negeri Tirai Bambu yang menjadi seorang Indonesianis.

Istilah Indonesianis merujuk pada mereka yang berkewarganegaraan asing tetapi memiliki ketertarikan secara umum terhadap Indonesia atau melakukan kegiatan penelitian mengenai kebudayaan, politik dan kehidupan sosial di Indonesia.

Anna mulai mempelajari bahasa Indonesia pada tahun 2005. Saat itu Anna baru memasuki jenjang perkuliahan di Guangxi International University dan mengambil jurusan Bahasa Indonesia.

Baca juga: Saat Indonesianis Bernostalgia di KBRI Moskow

Anna mengatakan, Pemerintah Chinasaat itu mendorong warganya untuk mempelajari bahasa-bahasa yang ada di Asia Tenggara.

Berita Rekomendasi

Hal itu terjadi seiring diterbitkannya kebijakan Asean-China Free Trade Area (ACFTA) atau Kawasan Perdagangan Bebas Asean-China.

Baca juga: Peringati Hari Kesehatan Nasional, Diaspora Indonesia Donor Darah di Kuwait

Secara umum kebijakan tersebut diterbitkan guna mewujudkan kawasan perdagangan dan meningkatkan aspek kerjasama ekonomi negara-negara di Asia Tenggara (Asean) dengan China.

Kebijakan itu juga untuk mendorong hubungan perekonomian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Asean dan China.

Baca juga: Diaspora Indonesia di Kanada Beri Tips agar UMKM Bisa Tembus Pasar Dunia

"Sejak tahun 2005 saya mengenal kebudayaan lokal Indonesia. Keluarga Anna benar-benar tidak ada kaitannya dengan Indonesia, sama sekali," ucap Anna kepada Tribun Network, Senin (15/3/2021) kemarin.

Dorongan untuk mempelajari bahasa Indonesia sebenarnya didapat Anna dari sosok ayahnya.

Ayah Anna kala itu melihat ada potensi baik bila mau mempelajari bahasa Indonesia. Hal itu dikarenakan jurusan bahasa Indonesia, saat itu, baru pertama kali dibuka di Guangxi International University.

"Beliau menganggap bahasa Asean ke depan akan menjadi bahasa yang bisa dipakai dan digunakan. Bapak saya ingin Anna memilih bahasa Asean," tutur Anna.

"Kenapa Bahasa Indonesia? Karena saat itu belum ada di kampus Guangxi International University, jadi bapak merasa ini adalah kesempatan baru. Untuk jadi angkatan pertama belajar bahasa Indonesia," tutur Anna.

Anna menempuh studi S1 Bahasa Indonesia di Guangxi International University selama 4 tahun.

Tiga tahun belajar materi di China dan satu tahun sisanya belajar di Universitas Ahmad Dahlan, perguruan tinggi milik Muhammadiyah (MUI) yang berada di Yogyakarta.

Setelah menuntaskan studi S1, Anna kemudian menjadi dosen bahasa Indonesia di Guangxi International University selama dua tahun.

Setelah dua tahun jadi dosen Anna melanjutkan S2 di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Waktu itu Anna mendapat beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KMB) dari Pemerintah Indonesia.

Di Universitas Airlangga, Anna mengambil magister sastra dan budaya. "Setelah lanjut S2 saya pingin banget lanjut ke S3, saya abis itu melamar di Universitas Indonesia. Saya juga dengan bangga dan lucky saya dapat S3 beasiswa unggulan. Tapi saya baru lulus pada tahun 2019," kata Anna semringah.

Selama periode belajar di Indonesia ini, kurang lebih 12 tahun, Anna mulai jatuh hati pada budaya masyarakat lokal. Dikatakan Anna bahwa hal spesial tentang warga Indonesia yaitu budayanya yang gotong-royong, ramah dan santun.

Selain itu kebanyakan warga Indonesia yang pernah ditemui Anna benar-benar baik hati.

"Anna melihat kebanyakan orang atau teman yang Anna kenal di Indonesia, mereka baik hati," tutur Anna.

Pernah Anna mengalami stagnasi saat menyetir di salah satu jalan di Jakarta. Mobilnya mogok, sehingga dia memerlukan bantuan.

Saat sedang kesulitan, Anna tiba-tiba dihampiri seorang warga Indonesia yang langsung memberikan bantuan.

"Ada orang dekat-dekat, dia tanya, 'Mbaknya kesulitan ya?' Akhirnya mereka bantu angkat mobilnya, bahkan mereka tidak meminta imbalan harus bayar berapa uang untuk angkat mobil," kenang Anna.

Kejadian tersebut membuat Anna merasa terharu. Lantaran diperlakukan sangat baik oleh warga Indonesia sekalipun Anna warga asing.

"Mereka baik duluan ke Anna, bukannya Anna baik duluan ke mereka. Makanya Anna selalu merasa terharu. Jadi apa yang spesial?

Menurut Anna orang Indonesia baik, ramah, bisa dibilang tidak banyak mikir soal material," kata Anna.

Ingin Jembatani Hubungan Indonesia-China

Anna mengatakan, ada begitu banyak budaya Indonesia yang memikat hati dan unik. Anna bahkan merasa kagum lantaran di satu daerah, bisa jadi ada beragam bahasa, praktik-praktik kebudayaan juga yang berbeda-beda.

Menurut Anna pluralisme yang ada di Indonesia benar-benar luar biasa.

"Misal Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sudah beda-beda budayanya. Terus ada kesenian, banyak banget. Musik, gamelan, tari-tarian, itu juga termasuk batik. Banyak banget kesenian yang luar biasa," ujar Anna.

Setelah mengenal sedikit banyak kebudayaan lokal Indonesia, Anna merasa terpanggil untuk menjembatani perbaikan hubungan antara masyarakat Indonesia dengan China.

Anna mengungkapkan, di China, ada begitu banyak pandangan skeptis terhadap masyarakat Indonesia.

Teman-teman Anna yang merupakan Chinese-Indonesia, kebanyakan takut untuk kembali ke Indonesia. Itu terjadi lantaran kebanyakan dari mereka mengalami masa kelam pada masa Orde Baru di bawah rezim Presiden Soeharto.

"Mereka (Chinese-Indonesia) yang dari 98 tidak pernah memikirkan untuk balik ke negara negeri leluhurnya. Jadi mereka tidak memikirkan itu. Mungkin karena mereka dipengaruhi oleh kebijakan saat Pak Soeharto," jelas dia.

Selain itu, ada juga pandangan skeptis di mana masyarakat Indonesia dianggap pemalas dan tidak mau kerja.

Sebaliknya, warga Indonesia juga memiliki pandangan negatif terhadap masyarakat China. Di mana kerap kali masyarakat Indonesia menganggap China sebagai economic animals.

Menurut Anna, pandangan-pandangan semacam ini harus diluruskan.

"Anna ingin jadi jembatan di mana bisa membantu pengertian antara kedua pihak. Jadi jangan melihat China sebagai pandangan economic animals, semua bisa berbisnis juga. Jangan merasa orang Indonesia malas, tidak mau kerja gitu ya," kata Anna.

"Jadi Anna pingin membantu kedua belah pihak melihat secara panoramanya kepada each other," imbuh dia.

Anna mengatakan, keinginannya menjembatani perbaikan hubungan dan pengertian antara masyarakat Indonesia dan China adalah cita-cita yang besar.

Namun Anna mengaku akan berusaha meluruskan berbagai stereotip yang ada antara China dan Indonesia.

Anna merasa berbagai pandangan miring tentang China, yang tercipta akibat propaganda harus diluruskan.

"Balik lagi kita semua manusia. Tidak ada manusia ingin menyakiti sesamanya, terus juga ada satu lagi, jangan merasa semua orang China tidak peduli. Orang China kebanyakan jahat seperti apa yang diputarkan di media. Tidak seperti itu," ujar Anna. (tribun network/lucius genik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas