Eks Dirut PT BS Dicecar 53 Pertanyaan Selama 10 Jam Pemeriksaan Sebagai Tersangka
Akhirnya diperiksa sebagai tersangka, eks Direktur Utama PT BS berinisial SA dicecar 53 pertanyaan selama 10 jam pemeriksaan di Bareskrim.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri menyampaikan eks Direktur Utama PT BS berinisial SA diperiksa selama 10 jam terkait statusnya sebagai tersangka dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan pada Kamis (18/3/2021) kemarin.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan penyidik mengajukan sebanyak 53 pertanyaan dalam pemeriksaan tersebut.
"Tersangka SA diperiksa oleh Subdit Perbankan Dit Tipideksus pada hari Kamis 18 Maret 2021 pukul 10.00-20.00 WIB dengan sebanyak 53 pertanyaan," kata Argo dalam keterangannya, Jumat (19/3/2021).
Baca juga: Eks Dirut PT BS Dijadwalkan Bakal Diperiksa Pagi Ini
Argo menerangkan pertanyaan yang diajukan penyidik seputar tugas dan tanggung jawab tersangka sebagai direktur utama PT BS.
Selain itu, penyidik juga menggali keterangan terkait tindakan SA sebagai Dirut BS terhadap surat perintah tertulis OJK.
"Kemudian mekanisme pengambilan keputusan/tindakan korporasi terhadap adanya perintah tertulis OJK dan alasan tidak melaksanakan Perintah Tertulis OJK," tukas dia.
Baca juga: Alasan Polri Tak Tahan Eks Dirut PT BS Usai Ditetapkan Tersangka Dugaan Pidana Sektor Jasa Keuangan
Selama pemeriksaan, tersangka SA didampingi oleh tim penasehat hukum dari kantor Erga Lawyers.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT BS berinisial SA sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan.
"Atas perbuatan tersangka yang diduga dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Penetapan SA sebagai tersangka, menurut Helmy, itu dilakukan setelah melalui proses gelar perkara. Penyidik telah memperoleh fakta hasil penyidikan dan alat bukti, sehingga menetapkan SA sebagai tersangka dalam perkara itu.
Baca juga: Kapolri Sebut Vaksinasi Ribuan Anggota untuk Persiapan Pengamanan Mudik Lebaran
Helmy menjelaskan, diketahui sejak bulan Mei 2018, PT Bank Bukopin, Tbk. telah ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif oleh OJK karena permasalahan tekanan likuiditas.
Kondisi tersebut semakin memburuk sejak bulan Januari hingga Juli 2020.
Dalam rangka upaya penyelamatan Bank Bukopin, OJK mengeluarkan kebijakan di antaranya memberikan Perintah tertulis kepada Dirut PT BS atas nama SA melalui surat OJK nomor : SR-28/D.03/2020 tanggal 9 Juli 2020.
Surat itu berisikan tentang perintah tertulis pemberian kuasa khusus kepada Tim Technical Assistance (Tim TA) dari PT BRI untuk dapat menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Bukopin Tbk dengan batas waktu pemberian kuasa dan penyampaian laporan pemberian surat kuasa kepada OJK paling lambat 31 Juli 2020.
"Akan tetapi PT BS tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut," ujar Helmy.
Baca juga: Aset Tersangka Asabri yang Disita Belum 50 Persen Tutupi Kerugian Negara
Dalam penyelidikan, ditemukan fakta bahwa setelah surat dari OJK diterbitkan pada 9 Juli 2020, SA mengundurkan diri sebagai Dirut BS pada 23 Juli 2020.
"Pada tanggal 24 Juli 2020, SA masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham bank Bukopin maupun pertemuan dengan OJK pada tanggal 24 Juli 2020, namun tidak menginformasikan soal pengunduran dirinya sebagai Dirut PT BS," jelas Helmy.
"SA pada tanggal 27 Juli 2020 juga mengirimkan foto Surat Kuasa melalui aplikasi whatsapp kepada Dirut Bank Bukopin dengan mencantumkan jabatannya sebagai Dirut PT BS," lanjut Helmy Santika.
Atas perbuatannya, SA disangka melanggar Pasal 54 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar atau pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.