Tim Kajian UU ITE Terima Masukan dari DPR dan MPR untuk Revisi Beberapa Pasal
Azis Syamsuddin mengatakan pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU ITE serta memasukkan revisi tersebut ke dalam Prolegnas 2021.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menerima masukan dari DPR RI dan MPR RI untuk melakukan revisi beberapa pasal dalam UU yang dinilai mengandung sejumlah pasal karet tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU ITE serta memasukkan revisi tersebut ke dalam Prolegnas 2021.
Parlemen, kata Azis, akan mendukung kebijakan pemerintah khususnya dalam hal ini Menko Polhukam Mahfud MD dan jajarannya baik dalam rangka FGD, penyiapan naskah akademis, serta sosialisasi kepada masyarakat, baik kalangan intelektual maupun NGO, untuk menjadi masukan.
"Sehingga pembahasan menjadi suatu kompilasi yang bersifat komprehensif,” kata Azis dalam keteranangan resmi Tim Humas Kemenko Polhukam pada Jumat (19/3/2021).
Menurut Aziz sejumlah pasal yang masih menjadi perdebatan di masyarakat dan tarik menarik dalam penafsiran hukum adalah pasal 26 ayat 3, pasal 27, 28, 29, pasal 30, 40 dan pasal 45 dalam UU ITE tersebut.
Menurutnya banyak hal yang bisa dijadikan diskusi di antaranya azas-azas norma pasal-pasal di dalam UU ITE yang merupakan kejahatan di dalam cyber.
Baca juga: Hadiri FGD Tim Pengkaji Kemenko Polhukam, HNW Minta Segera Revisi UU ITE
"Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, 26, tentang pengapusan informasi, pasal 36 tentang kewenenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses, nah ini yang menjadi diskusi dari waktu ke waktu dan sampai dengan saat ini antara fraksi fraksi sampai sekarang belum ada kesepakatan,” kata Azis.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid mencatat sejumlah pasal yang dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi.
Pasal tersebut di antaranya Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A.
Menurutnya pasal 27 ayat 3 seharusnya tidak dibutuhkan lagi untuk diatur di UU ITE karena dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.
Ia juga menekankan alasan awal dibuatnya UU ITE tahun 2008 memiliki semangat memajukan informasi dan transaksi elektronik dan bukan justru menjadi momok bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi warga negara yang dijamin dalam pasal 28 E ayat 3 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Bila konsisten dengan tujuan atau pertimbangan utama dihadirkannya UU ITE tahun 2008 itu, kata Hidayat, fokus dalam melaksanakan revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat mengemukakan pendapat dalam bingkai demokrasi Pancasila dan berpotensi untuk dijadikan alat kriminalisasi.
"Dan ketentuan yang mengatur tentang penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan sara,” lanjut Hidayat.
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan dalam UU ITE ada dua pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan di antaranya Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.