Dugaan Penyelewengan Dana Perlu Diusut Tuntas Agar Pelaksanaan Otsus Papua Maksimal
Sejatinya, dana Otsus ini memberikan sumbangan yang besar bagi APBD Papua, mencapai 60 persen dari APBD Papua.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga 2021, pemerintah pusat setidaknya sudah mengucurkan dana otonomi khusus (otsus) Papua hingga mencapai Rp 138,65 triliun.
Dana ini meningkat berkali lipat sejak dikucurkan pertama kali pada 2002 yang hanya sebesar Rp 1,38 triliun. Ironisnya, dana otsus sebesar itu dinilai belum sepenuhnya menyejahterakan warga Papua.
Sejatinya, dana Otsus ini memberikan sumbangan yang besar bagi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Papua, mencapai 60 persen dari APBD Papua.
Dana Otsus merupakan bukti keseriusan pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan Papua, baik dari segi fisik maupun sumber daya manusia (SDM).
Meski ada dana besar, ada dugaan kasus korupsi dana Otsus. Polri menemukan adanya dugaan penyelewangan dan Otsus Papua tersebut.
Karo Analis Badan Intelijen Keamanan Polri Brigjen Achmad Kartiko mengatakan, dana otsus yang diduga dikorupsi mencapai Rp 1,8 triliun.
Modus penyalahgunaan dana Otsus diduga dilakukan lewat penggelembungan harga dalam pengadaan barang.
Padahal, menurut Ali Kabiay Wanggai selaku Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua, pemerintah pusat memberikan Otsus untuk mendorong percepatan pembangunan di empat sektor di Provinsi Papua, seperti infrasttruktur dasar, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi kerakyatan.
Namun, kata Ali, dana tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah daerah Papua.
"Jika digunakan dengan baik, saya yakin Papua akan maju dan sejahtera,”ujar Ali, dalam keterangannya saat webinar "Membongkar Korupsi Otsus Papua”, Rabu (24/3).
Dia mengibaratkan pemerintah pusat telah memberikan motor dengan kapasitas mesin yang besar namun motor itu tidak dipergunakan dengan baik untuk mempercepat pembangunan empat sector tersebut.
Dia menganalogikan antara Jakarta dan Provinsi Papua. Kedua provinsi itu kini mempunyai kapasitas anggaran yang sama besar. Namun yang terjadi, sejak 2002 pembangunan Papua justru tidak berjalan.
"Ini enggak baik, dan kita terlambat. Saya ambil contoh mengambil indeks pembangunan manusia (IPM) yang terdiri angka kelangsungan hidup, kedua pengetahuan, tiga standar hidup," ujarnya.
"Tapi pada 2012 lalu, Papua mengalami penurunan dalam indeks pembangunan manusia itu 60 persen. Dan itu berbeda jauh sekali dengan DKI Jakarta dan Yogyakarta,” jelasnya.