KPK Beberkan Modus Korupsi Pengadaan 3 Unit QCC Pelindo II yang Menjerat RJ Lino
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kembali membeberkan konstruksi perkara yang menjerat RJ Lino.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino atau RJ Lino, Jumat (26/3/2021).
Ia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II Tahun 2010 sejak Desember 2015.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kembali membeberkan konstruksi perkara yang menjerat RJ Lino.
Pada tahun 2009, PT Pelindo II melakukan pelelangan pengadaan 3 unit QCC dengan spesifikasi single lift untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia (BI).
"Namun penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar eropa," jelas Alex, sapaan Alexander, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Kemudian, lanjut Alex, 18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II diduga melalui disposisi surat memerintahkan Ferialdy Noerlan, Direktur Operasi dan Teknik melakukan pemilihan langsung dengan mengundang tiga perusahaan, yaitu Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co Ltd (ZPMC) dari China, Wuxi, HuaDong Heavy Machinery Co Ltd (HDHM) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.
Baca juga: Ditahan KPK, RJ Lino: Saya Senang Sekali Setelah 5 Tahun Menunggu
Selanjutnya, masih kata Alex, Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II, dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri.
"Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri. Adapun Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," kata Alex.
Alex mengatakan, penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi 'Go for Twinlift' pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.
Baca juga: Profil RJ Lino, Mantan Dirut Pelindo II yang Ditahan KPK Pada Jumat Keramat
Padahal, sambung Alex, pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.
Maret 2010, ujar Alex, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Saptono R Irianto (Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha) juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.
Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, ujar Alex lagi, RJ Lino diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang di bayarkan mencapai 24 juta dolar AS yang dicairkan secara bertahap.
"Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE)," ujar Alex.
Untuk pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, ungkap Alex, dilakukan tanpa commision test yang lengkap dimana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Tahan Mantan Dirut Pelindo II RJ Lino
Ia membeberkan, harga kontrak seluruhnya 15,554,000 dolar AS terdiri dari 5,344,000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, 4,920,000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang, dan 5,290,000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.
"KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar USD2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak," ungkap Alex.
Bahwa selain itu akibat perbuatan RJ Lino ini, kata Alex, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar 22,828,94 dolar AS.
"Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II," katanya.