Model Kolaborasi Sangat Tepat Selesaikan Pencemaran, Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Siti Nurbaya melihat, peluang besar untuk menerapkan model kolaborasi dalam menyelesaikan wicked problems pencemaran, kerusakan lingkungan dan peruba
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), Siti Nurbaya melihat, peluang besar untuk menerapkan model kolaborasi dalam menyelesaikan wicked problems pencemaran, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Masalah lingkungan yang juga dikenal sebagai disarticulated state, yaitu persoalan yang tidak terdifinisikandengan jelas, karena didasarkan pada pendekatan tradisional dengan menggunakan pendekatan batas administrasi, geografis dan kewenangan, yang tidak dapat membatasi pencemarandan kerusakan lingkungan.
“Oleh sebab itu, perlu kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Menteri Siti Nuraya ketika memberikan sambutan sekaligus membuka rapat kerja tehnis Direktorat Jenderal Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PKL) Kementerian LHK dengan tema “Indek Kalitas Lingkungan Hidup untuk Indonesia Maju” di Jakarta, Selasa (30/3).
Rakernis ini dalam rangka konsolidasi program dan langkah kerja lapangan untuk agenda tahun 2021, yang oleh Menteri LHK disebut sebagai tahun ujian bagi kita semua dalam hal penanganan masalah-masalah lingkungan hidup.
“Kita pahami bersama bukan masalah yang mudah, sebaliknya merupakan masalah yang besar, berat dan kompleks,” kata Siti Nurbaya.
Dalam Rakernis Ditjen PPKL ini hadir sejumlah tokoh antara laian mantan Menteri Lungkungan Sarwono Kusumaatmadja, Porf Azwar Maas, Rusdian Lubis, Peni Susanti, dan Dirut Dirut Pupuk, Bakir Pasaman.
Menteri Siti Nurbaya menyebutkan ada empat prinsip umum agar kolaborasi berhasil, yaitu pertama, adanya kemitraan untuk membangun hubungan, kolaborasi melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan dan menyiratkan bahwa setiap anggota memiliki peran kunci dalam mencapai tujuan bersama.
Kedua, kesetaraan yang menyiratkan bahwa pemangku kepentingan sama pentingnya dengan yang lain, tetapi tidak berarti setiap pemangku kepentingan memiliki kesamaan dalam kewenangan, tanggung jawab dan tingkat pengetahuan.
Prinsip ketiga lanjut Menteri Siti, akuntabilitas adalah dasar dari untuk mengukur kinerja. Dengan adanya akuntabilitas, pemangku kepentingan merasa perlu terlibat dalam pengambilan keputusan dan merasa bertanggung jawab dengan keputusan tersebut.
Sedangkan keempat, rasa memiliki yang menuntut semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi dan berpartisipasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rapat Kerja Teknis seperti yang diselenggarakan selama dua hari ini merupakan salah satu sarana membangun kolaborasi untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan hidup.Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan kolaborasi itu, karena IKLH dapat memberikan gambaran status kualitas lingkungan hidup dan proyeksinya dapat digunakan untuk menetapkan target upaya perbaikan lingkungan yang akan kita lakukan bersama. Tahun 2020 yang lalu pada saat Rapat Kerja Teknis di Mataram.
KLHK telah berbagi dengan provinsi dan kabupaten/kota baseline IKLH dan target IKLH pada setiap provinsi dan kabupaten kota.
Baca juga: Dirjen PPKL KLHK Resmikan Ekoparian Bintang Alam di Karawang, Bisa Kelola Limbah 2.000 KK
“Saya mendapat laporan bahwa semua provinsi telah memasukan target IKLH dalam Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah. Saya meminta semua kabupaten/kota juga memasukkan target ini dalam RPJMD Kabupaten/Kota,” papar Menteri Siti.
Menteri Siti menegaskan bahwa dirinya berterimakasih karena dari kolaborasi tersebut nilai IKLH Nasional naik 3,72 poin dari angka 66,5 di tahun 2019 menjadi 70,27 dan melampaui target RPJMN pada angka 68,71.