Nasir Abbas, Eks Tokoh Jamaah Islamiyah, Aksi Terorisme Itu Nyata
Nasir Abbas, sosok senior JI menceritakan kilas balik rangkaian aksi teror di Indonesia. Diawali bom malam Natal 2000.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Mantan Ketua Mantiqi II kelompok Al Jamaah Al Islamiyah (JI), Nasir Abbas, mengingatkan aksi terorisme yang menukil dalil agama itu riil, nyata.
Sudah begitu banyak pelaku teror bersaksi, yang hidup maupun yang mati, menarasikan pengalamannya melakukan aksi teror.
Ali Ghufron dan Imam Samudra yang sudah almarhum, menulis buku versi mereka tentang perjalanan hidupnya.
“Ini sudah lama, sudah banyak pelaku yang membuat buku-buku. Kalau ada yang tidak percaya, lalu menyebut ini konspirasi, ke mana saja mereka. Ini nyata, riil,” kata Nasir Abbas di diskusi daring “Api Dalam Sekam : Bom Gereja di Makassar”, Rabu (31/3/2021).
Baca juga: 3 Perempuan Terduga Teroris Terkait Bom di Gereja Makassar Ditangkap, Ini Peran Mereka
Baca juga: KSP Minta Hentikan Pembentukan Opini Konspirasi Terkait Aksi Terorisme di Makassar
Baca juga: Mengingat Kembali Peristiwa Terorisme Organisasi JAD, Bom Thamrin hingga Gereja Katedral Makassar
Diskusi diselenggarakan Division of Applied Social Psychologi Research (DASPR), lembaga mitra BNPT dan pemerintah RI terkait usaha deradikalisasi di Indonesia.
Narasumber lain yang dihadirkan, Reno Fitria, analisis forensik psikologi DASPR yang juga pengajar di Universitas Paramadina. Diskusi yang dipandu Fajar Erikha dari DSPAR
“Ada orang-orang yang punya niat, rencana, dan melakukan sesuatu. Ada yang berbaiat ke ISIS. Itu fakta. MIT setuju ISIS, JAD juga menyatakan seperti itu. FPI juga begitu. Ada faktanya. Kita tak perlu ragukan,” tegas sosok yang pernah ditangkap di Bekasi oleh Densus 88 Antiteror ini.
Sosok senior di JI ini lalu menceritakan kilas balik rangkaian aksi teror di Indonesia. Diawali bom malam Natal 2000. “Ini aksi bom pertama kali yang dikooordinir Hambali,” kata Nasir Abbas.
“Zulkarnain belakangan mengaku ikut terlibat merencanakan bom malam Natal 2000. Pelakunya anggota JI. Motif membangkitkan kemarahan orang Kristen menyusul konflik Ambon,” paparnya.
Warga Malaysia yang kini bermukim di Jakarta itu mengatakan, bom waktu ada yang berhasil meledak, ada yang tidak. Ada yang korban ada yang tidak.
“Polri menganggap rentetan itu kasus-kasus lokal. Kelompok ini sejak lama menargetkan sejak lama konflik sektarian skala nasional. Bom Bali 2002, membuka segalanya. Terungkap pelakunya angota JI,” papar aktivis deradikalisasi ini.
Perkembangan Mengejutkan Aksi Teror di Indonesia
Perkembangan mengejutkan terjadi di tahun-tahun belakangan ini. Aksi pengeboman sejak 2018 menyertakan keluarga dan kaum perempuan.
“Kasus di Surabaya, sekeluarga menyerang gereja. Ada yang menargetkan Mapolresta Surabaya. Ini mengejutkan lagi di Makasar karena ada sepasang suami istri mengebom gereja,” ujarnya.
Menurut Nasir yang pernah jadi mentor para jihadis JI di Mindanao dan Poso, para pelaku pengeboman ini direkrut dan disiapkan sejak lama.
Di Makassar yang pelakunya suami istri, sudah terekrut sejak sebelum mereka menikah. Mentornya Rizaldi. Orang ini sudah tewas tertembak awal tahun saat akan ditangkap polisi.
“Mereka sudah direkrut untuk jadi orang yang aktif di kelompok JAD. Mereka bagian dari yang dicari setelah penangkapan massal di Sulawesi Selatan lalu,” beber Nasir.
Menurutnya, polisi sudah mengetahui rencana. Tapi yang tidak diketahui di mana dan siapa? Akhirnya diketahui ternyata di Makassar dan pelakunya suami istri itu.
“Ini mengkhawatirkan perkembangan JAD yang merekrut anak-anak muda. Sasaran utama mereka dua, polisi yang dianggap menghalangi. Kedua, umat Kristiani,” katanya.
“Mereka juga menyasar orang muslim yang dianggap menghalangi mereka. Lalu mengapa gereja? Menurut pelaku kader JAD yang saya tanya, mereka menganggap dari dulu orang Kristen tidak suka dan memusuhi Islam,” imbuhnya.
Menurut kelompok ini, kata Nasir Abas, yang merusak, mengobrakabrik Islam ini orang Kristen. JAD ini berafiliasi ke ISIS. Begitu juga dengan MIT di Poso. Kelompok ini berafiliasi ke ISIS.
“Jadi siapa saja yang mendukung ISIS, dianggap bagian dari mereka. Walau beda kelompok, mau JAD, MIT, FPI, kalau meeka setuju dengan ISIS, ya mereka saling nyambung,” jelasnya.
JAD dan MIT Berbaiat ke ISIS
JAD dan MIT punya hubungan, saling dukung. Itulah jawaban mengapa pula MIT bisa eksis sampai hari ini, karena ada support logistik, bantu jalur dan lain-lain,” kata kakak ipar almarhum Ali Ghufron, pemimpin pengeboman di Bali 2002.
Narasi dan aksi kekerasan di Sulawesi ini menurut Nasir Abbas juga terus dikampanyekan kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur).
“Karena alasan histori konflik Poso, maka sampai hari ini masih ada pemikiran ada ketidakadilan, belum ada keseimbangan menyangkut korban. Segelintir orang ini terus mengungkit-ungkit, dan menuduh pemerintah tidak juga menciptakan keadilan,” jelas Nasir Abbas.
Ditambah lagi, kelompok-kelompok radikal ini bermaksud melaksanakan seruan pemimpin ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi.
Al Baghdadi pernah menyerukan anggota ISIS dan setiap orang muslim melakukan operasi di manapun berada membunuh musuh-musuh mereka.
“Pesan Abu Bakar inilah yang jadi beban bagi mereka untuk dilaksanakan. Ditambah mereka meyakini pemerintah adalah musuh, mereka sedang berperang, mereka melakukan fardu ain, jihad, makanya harus angkat senjata, harus operasi,” katanya.
Lalu Manfaatnya apa? Menurut penjelasan Nasir Abbas yang pernah menulis buku tentang Jamaah Islamiyah, para pelaku bom ingin mendapatkan pahala.
Mereka ingin dapatkan janji surga sesuai keyakinan mereka, Mereka inigin bagikan semangat itu ke teman-teman sekelompoknya.
“Ingat, Minggu lalu itu nisfu syaban, jadi pahalanya dianggap besar melakukan jihad di hari itu. Ini mirip Noordin dan Azhari yang kerap mengincar aksi di hari Ramadan. Karena itu keyakinan,” paparnya.
Psikologi Keterlibatan Perempuan di Aksi Bom
Menurut peneliti forensik psikologi DSPAR, Reno Fitria,pelibatan perempuan dalam aksi-aksi teror ini ada kaitan dengan soal keyakinan dan juga latar belakang masa lalu mereka.
“Saya sempat tanya ke mereka apa yang membawa mereka beraksi berpasangan? Isu psikologisnya, terutama perempuan, ada latar belakang mereka mencari figur laki-laki karena pengaruh kehilangan sosok ayah di masa kecilnya,” ujar Reno.
“Sehingga dia cari sosok laki-laki ideal di matanya. Agamanya cukup, punya sikap tegas, lalu dia ditarik mencari pasangan di wilayah kelompok mereka,” imbuhnya.
Kedua,menurut Reno, perempuan mudah ditarik karena ada kawan terdekat sudah bergabung lebih dulu ke kelompok itu.
Lalu sengaja cari pasangan di wilayah organisasinya. Karena perempuan itu merasa ibadah sama-sama suami itu pahala besar. Istri lalu menurut karena mengikuti perintah suami.
“Mereka merasa akan dapat pintu surga dari manapun,. Ini yang membuat mereka tidak ragu. Saya beribadah ke suami saja, dan dalam Islam ada dalil ini. Lalu tindakanya diarahkan ke tindakan yang merugikan banyak orang,” lanjut Reno.
Terkait bom Makssar, Feno Fitria yakin radikalisasi terjadi sebelum mereka bertemu. Sudah ada bibit yang tertanam, dan mereka cari cara berjihad.
Sudah ssatu manhaj jadi mereka tak ragu lalu. Banyak yang masuk organisasi ini perempuan masih single. Laki-laki cari pasangan yang mau berjihad. Gayung pun bersambut.
Dari sisi Nasir Abbas, keterlibatan perempuan dalam aksi pengeboman ini termasuk perkembangan baru di Indonesia.
Di JI dulu, peran perempuan dibatasi. “Inilah dia penyimpangan yang berkembang di kalangan mereka. Mereka meyakini kalau lelaki bisa berbuat kenapa wanita tidak bisa berbuat. Kalau lelaki berperang, kenapa wanita tidak bisa berperang,” katanya.
“Di JI dulu ada wanita, tapi dibatasi perannya. Tak pernah ada wanita jadi eksekutor. Di JAD, tidak dibatasi siapa saja bisa terlibat operasi. Kita lihat lah hasilnya. Akan ada lagi,” katanya memperingatkan.
Sekali lagi, Nasir Abbas memperingatkan ke masyarakat, di zaman sekarang saat informasi tak terbatas. Kelompok teroris ini memanfaatkannya untuk menyebar kebencian, hasutan, fitnah.
“Karena itu yang terbaik, kita harus cek, pilah informasi, dan jangan satu sumber saja. Dapatkan informasi dari orang yang berkompeten,” katanya.
Tentang narasi keagamaan setiap aksi teror, Nasir Abbas mengatakan, mayoritas umat Islam tidak menginginkannya.
“Kita tidak mau mengaitkan agama, mereka lah yang mau dan mengaitkan. Ini realitas. Bukan agama yang kita diskusikan, tapi kesesatan mereka. Pelakunya beragama, tapi salah jalan atau sesat,” tegas Nasir Abbas.(Tribunnews.com/xna)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.