Cegah Penyebaran Paham Radikalisme di Generasi Muda, Ini Saran untuk Polisi
Aksi teror perempuan berusia 25 tahun inisial ZA di Mabes Polri, Jakarta Selatan, menjadi perhatian banyak pihak.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi teror perempuan berusia 25 tahun inisial ZA di Mabes Polri, Jakarta Selatan, menjadi perhatian banyak pihak.
Pasalnya, dari sisi usia, ia tergolong generasi muda yang nyatanya terpapar radikalisme dan ideologi kekerasan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan, generasi milenial lainnya juga terdeteksi masuk dalam kelompok Villa Mutiara yang melakukan aksi teror di Gereja Katedral Makassar.
Baca juga: POPULER NASIONAL Simulasi Kandidat Capres 2024 | Tentang Lone Wolf, Aksi ZA Teror Mabes Polri
Menurut Rusdi, kelompok Villa Mutiara yang merupakan jaringan terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) merekrut anak muda yang masih dalam lingkup keluarga.
Sementara itu, pelaku teror di Mabes Polri sendiri merupakan anak muda kelahiran 1995. Dia diketahui merupakan mahasiswa yang drop out pada semester 5.
Ketua Sahabat Polisi Indonesia (SPI) DKI Jakarta, Fauzi Mahendra menilai pihak kepolisian perlu menggandeng milenial agar terhindar dari paham radikal.
Baca juga: Misteri Isi Map Warna Kuning yang Dibawa Terduga Teroris ZA Saat Serang Mabes Polri
"Agar Polri bisa menggandeng kepemudaan agar milenial bisa bersinergi dan terpantau dari ajakan radikal atau pencucian otak sehingga diajak gabung ke berbagai aktifitas teroris," ujar Fauzi Mahendra, Kamis (1/4).
Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror sedang mendalami adanya pelaku lain di balik aksi ZA, perempuan 25 tahun yang nekat menerobos Mabes Polri, Rabu (31/3) kemarin sore. Pendalaman dilakukan Densus di tengah pernyataan Polri jika ZA beraksi lone wolf.
Polri memastikan aksi ZA sebagai lone wolf atau atas inisiasi sendiri, walaupun hal itu masih sebatas dugaan.
Baca juga: Sebut Aksi Teror di Mabes Polri dan Bom Makassar Punya Kesamaan, Mantan Napiter: Soal Pengkafiran
BNPT
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid menegaskan radikalisme terorisme adalah musuh agama dan musuh negara.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme menjadi musuh agama karena tindakan, perbuatan, sikap, dan perilaku pelakunya bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang penuh kedamaian, toleran, ukhuwah, yang harus saling mengenali dan rahmatan lil alamin.
Tidak hanya itu, radikalisme dan terorisme, kata dia, juga menimbulkan perpecahan di antara agama dan menimbulkan fitnah di dalam agama.
Radikalisme dan terorisme juga musuh negara karena paham dan ideologi yang dibawanya bertentangan dengan perjanjian yang sudah jadi kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara yaitu konsensus nasional yakni Pancasila, UUD 1945, bhinneka tunggal ika, dan NKRI.
Baca juga: BNPT Beberkan Tiga Indikator Orang yang Terjangkit Radikalisme Terorisme
Hal tersebut disampaikan Ahmad ketika berbincang dengan redaksi Tribunnews.com di Jakarta pada Kamis (1/4/2021).
"Radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah musuh agama dan musuh negara," kata Ahmad.
Ia menegaskan radikalisme adalah musuh kita bersama.
Ahmad juga mengatakan tidak ada kaitannya tindakan terorisme dengan agama apapun.
Namun, kata dia, terorisme terkait dengan pemahaman dengan pemahaman dan cara beragama umatnya.