Pengamat: PAN Cukup Terbuka Gabung Koalisi Jokowi Jika Reshuffle Terjadi
Adi Prayitno mengatakan ada kemungkinan Partai Amanat Nasional (PAN) dapat bergabung menjadi partai koalisi jika reshuffle kabinet dilakukan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno mengatakan ada kemungkinan Partai Amanat Nasional (PAN) dapat bergabung menjadi partai koalisi jika reshuffle kabinet dilakukan.
Diketahui, isu reshuffle menguat pascausulan Presiden Joko Widodo perihal peleburan Kemenristek ke Kemendikbud dan pembentukan Kementerian Investasi disetujui DPR RI.
"PAN cukup terbuka gabung koalisi jika ada resuffle jilid II. Sejak awal aura politik PAN memang ke Jokowi, hanya faksi Amien Rais saja yang berbeda," ujar Adi, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (14/4/2021).
Baca juga: Isu Reshuffle, Pengamat Prediksi Moeldoko Bakal Dicopot
Selain itu pada periode keduanya menjabat, kata Adi, Jokowi memiliki kekurangan yaitu kurang merangkul kalangan Muhammadiyah.
Karenanya merangkul PAN yang merupakan representasi Muhammadiyah bisa jadi opsi bagi Jokowi.
"PAN relatif representasi muhammadiyah, apalagi kemendikbud-ristek kembali diberikan ke kader Muhammadiyah makin melengkapi suasana pluralisme politik Jokowi," ungkapnya.
Di sisi lain, dari isu reshuffle yang ada hanyalah kepastian bahwa Menristek tak ada lagi karena kementeriannya dihapus serta adanya pelantikan Menteri Investasi.
Di luar itu, kata Adi, diibaratkan gelap gulita.
Sebab isu reshuffle ini sudah kerap muncul, namun baru benar-benar terjadi sekali yaitu Desember silam.
Publik sendiri disebutnya sudah menduga-duga bahwa dihapuskannya kemenristek dan penambahan menteri investasi sebagai momen untuk reshuffle jilid kedua.
"Hanya saja reshuffle terbatas untuk mengevaluasi menteri yang performa kinerjanya tak maksimal. Publik sudah banyak menyebut siapa menteri yg layak diganti. Termasuk kemungkinan parpol non pemerintah yang bakal dirangkul masuk koalisi Jokowi," jelasnya.
"Kalau menggunakan parameter publik, sudah banyak rilis survei terkait menteri yang layak diganti. Tapi, reshuffle punya logika sendiri, terutama preferensi subjektif preisden yang tak bisa diganggu gugat. Jadi, reshuffle itu sangatt subjektif presiden, bukan ukuran publik," pungkas Adi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.