Lewat Upland Project, Kementan Lakukan Pengembangan Pertanian
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Upland Project dilakukan dengan memanfaatkan dana pinjaman dari IsDB dan IFAD.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertanian, melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), akan memaksimalkan Upland Project untuk mengembangkan sektor pertanian. Khususnya pertanian di dataran tinggi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Upland Project dilakukan dengan memanfaatkan dana pinjaman dari IsDB dan IFAD.
"Upland Project adalah kegiatan untuk mengembangkan pertanian yang komprehensif dari on farm sampai yang dilakukan berdasarkan value chain," terangnya, Rabu (14/4/2021).
Sementara, Dirjen PSP Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy, menjelaskan jika Upland Project yang akan berlangsung hingga 2024, memiliki multiplier effect.
"Dengan kegiatan ini, kita ingin meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan etani di daerah dataran tinggi. Caranya, melalui pengembangan infrastruktur lahan dan air, pengembangan sistem agribisnis, dan penguatan sistem kelembagaan," katanya.
Sedangkan sebagian dana akan dihibahkan kepada 14 kabupaten untuk kegiatan prasarana dan sarana pertanian.
14 Kabupaten yang menjadi lokasi Upland Project adalah Banjarnegara, Cirebon, Garut, Gorontalo, Lebak, Lombok Timur, Magelang, Malang, MInahasa Selatan, Purbalingga, SUbang, Sumbawa, Sumenep, dan Tasikmalaya.
Sarwo Edhy juga menjelaskan jika Upland Project memiliki 4 komponen kegiatan.
"Untuk Komponen pertama terdiri dari peningkatan produktivitas dan pembentukan ketahanan pangan. Untuk komponen kedua adalah pengembangan agribisnis dan fasilitasi peningkatan pendapatan, komponen ketiga adalah penguatan sistem kelembagaan, dan komponen terakhir manajemen proyek," jelasnya.
Ditambahkan Sarwo Edhy, ada 5 titik kritis dari kegiatan ini.
"Yang menjadi titik kritis pertama adalah kegiatan desain konstruksi prasarana lahan dan air irigasi. Hal ini meliputi aspek perencanaan, aspek teknis, aspek keuangan," ujarnya.
Titik kritis lainnya adalah sosialisasi kepada petani mengenai kewajiban sharing dana 20% agar kegiatan berjalan sesuai rencana, kemudian pengelolaan bantuan alsintan pra dan pascapanen yang dilakukan oleh sub lembaga berbeda dalam kelompok tani.
Ada juga sistem reimbursement on-granting agar tidak terjadi kesalahan dan keterlambatan dalam proses pencairan anggaran, serta percepatan mobilisasi village fasilitator dan on-granting officer untuk membantu kabupaten.