KKB di Papua Dilabeli Teroris, Densus 88 Bisa Tangkap Pendukung di Medsos Seperti Veronica Koman
Dalam operasi penegakan hukum terhadap terorisme, kata Ridlwan, Polri bisa meminta bantuan TNI bahkan pasukan khusus TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Percaya Diri
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menilai labelisasi teroris terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai cerminan pendekatan keamanan di Papua.
Labelisasi itu, kata Al Araf, justru semakin membuat rasa tidak percaya masyarakat Papua terhadap pemerintah.
Padahal, kata dia, masalah utama konflik di Papua adalah rendahnya rasa saling percaya antara pemerintah terhadap orang Papua dan orang Papua terhadap pemerintah Indonesia.
Hal yang penting untuk dilakukan, kata dia, seharusnya adalah mendorong rasa saling percaya di antara keduanya untuk menyelesaikan konflik.
Sayangnya, kata Al Araf, rasa tidak percaya itu makin kuat akibat labelilasi teroris tersebut.
"Labelisasi dan stigmatisasi kelompok di Papua cermin dari perspektif pendekatan keamanan di Papua," kata Al Araf ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (30/4/2021).
Baca juga: Polri Kesulitan Data Korban dari Pihak KKB Papua
Lebih jauh, kata dia, pelabelan teroris tidak menyelesaikan masalah dan bukan solusi dalam menyelesaikan konflik Papua.
Hal itu, kata dia, justru akan memperkeruh dan menambah masalah baru dalam menyelesaikan konflik Papua secara damai.
Dengan stigma dan label teroris tersebut, kata dia, justru akan menyakitkan bagi masyarkat Papua karena stigma tersebut sesungguhnya kurang pas dilakukan oleh pemerintah.
Baca juga: Legislator Gerindra Nilai Penetapan KKB Sebagai Teroris Bukan Solusi Selesaikan Masalah Papua
"Pemerintah terlihat bingung dan mencari jalan pintas untuk menyelesaikan papua akhirnya keliru mencari jalan penyelesaiannya dengan memberi label mereka teroris. Padahal hal itu akan justru merumitkan penyelesaian di papua secar damai," kata Al Araf
Pemerintah seharusnya, kata dia, melihat akar konflik di Papua dan mencari pendekatan yang komprehensif untuk menyelesaikannya, bukan sibuk dengan urusan masalah labelisasi.
Dari studi banyak akdemesi, kata Al Araf, akar konflik di papua meliputi faktor ketidakdilan ekonomi, marjinalisasi orang Papua, kekerasan dan pelanggaran HAM yang tidak ada penghukuman bagi pelaku impunitas dan problem historia.
Baca juga: Menilik Suasana Bandara Ilaga Papua Setelah TNI-Polri Berhasil Pukul Mundur KKB, Ini Foto-fotonya
Dari beragamnya konflik di Papua, kata dia, maka seharusnya pemerintah mencari jalan penyelesaian yang inklusif dan komprehensif penyelesaian konflik papua melalui jalan dialog.