Pidato Perpisahan Effendi Gazali & Jurnalis Berkualitas
Effendi saat ini sedang menunggu apakah namanya akan disebut lagi di pengadilan tentang bansos Jabodetabek tahap pertama April 2020.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi Effendi Gazali telah menyampaikan pidato perpisahan guru besarnya di kanal youtube Refly Harun.
Surat Keputusan Pengangkatan Guru Besar yang asli juga sudah dikirimnya ke LLDIKTI wilayah 3.
Begitu juga surat pengunduran diri ke Universitas Profesor Doktor Moestopo (Beragama) sudah terkirim. Ia tinggal menyelesaikan dua bimbingan disertasi di Universitas Indonesia.
Seperti diketahui, Effendi Gazali memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengembalikan gelar guru besar di bidang ilmu komunikasi. Ini dia lakukan karena merasa gagal dan kecewa dengan praktik jurnalistik, karena pemberitaan dirinya setelah dipanggil sebagai saksi di KPK terlalu berlebihan.
Kepada Tribunnews, Effendi menyatakan: "Memang saya sempat kecewa sesaat. Tapi secara umum, saya berkali-kali menyatakan masih banyak jurnalis berkualitas. Tinggal jurnalis banyak membaca buku bagus, seperti buku "Tarung Digital" karya Agus Sudibyo. Agar paham bagaimana menghadapi era digital yang penuh kemarahan dan sensasi."
Baca juga: Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali Kembalikan Gelar Guru Besarnya
Effendi saat ini sedang menunggu apakah namanya akan disebut lagi di pengadilan tentang bansos Jabodetabek tahap pertama April 2020.
Sebab dia baru tahu soal adanya program bansos itu pada Seminar Bansos 23 Juli 2020.
"Kalau masih ada nama saya disebut di tahap pertama, barangkali itu semacam pesananlah. Jadi saya akan meminta Hakim dan Jaksa menghadirkan saya. Agar bisa dikonfrontir. Juga sekaligus buka-bukaan. Kan sudah dijanjikan bahwa semua data bansos seluruh tahapan akan dibuka di persidangan," tuturnya.
Baca juga: Effendi Gazali Tak Terkait 162.250 Paket Bansos
Ia sendiri juga gembira bahwa KPK mulai memanggil banyak nama yang menunjukkan KPK transparan.
Sementara pakar komunikasi & jurnalistik Universitas Airlangga Doktor Suko Widodo, secara terpisah berpendapat sama.
Kepada Tribunnews.com, Suko juga menyoroti soal jurnalis.
"Memang masih banyak jurnalis yang baik. Tapi yang kurang berkualitas juga tidak sedikit. Dalam framing terhadap Effendi Gazali, sebetulnya sederhana sekali. Effendi itu swasta. Bukan ASN (Aparatur Sipil Negara). Andaikanlah dia dianggap merekomendasi sebuah UMKM. Jadinya pihak swasta merekomendasi swasta. Tidak diperhatikan pun, rekomendasi seperti ini tidak ada akibatnya apapun. Tidak ada relasi kekuasaan."
Suko menambahkan: "Lalu taruhlah UMKM itu dapat 20 ribu atau 50 ribu dari 25 juta kuota bansos. Selama UMKM itu tidak menyuap, semuanya clear. Effendi tidak punya saham atau tidak bekerja di UMKM itu. Juga UMKM itu sahamnya bukan milik tersangka kasus bansos atau keluarganya. Lalu apa masalah yang mau di-framing media?"
Baca juga: KPK Duga Pengamat Politik Effendi Gazali jadi Broker Bansos Covid-19
Menurut Suko Widodo, jurnalis saat ini dituntut memiliki kecerdasan spiritual yang baik, menghadapi era adu cepat unggah berita dan polusi buzzer.
"Jadi kalau mau dikejar berita soal rekomendasi swasta ke swasta sampai bilangan kuota 20.000, maka semua swasta harus dikejar dalam total 25 juta kuota bansos tersebut. Jangan hanya satu atau dua nama. Nah itu baru jurnalis independen dan berkualitas."