PBNU Minta Masyarakat Salat Idulfitri di Rumah
Saat masa pandemi ini, kata Ishomuddin, sebaiknya masyarakat salat Idulfitri di rumah saja untuk menjaga kesehatan, agar tidak terinfeksi Covid-19.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebaran tinggal menghitung hari akan tiba.
Tahun ini untuk kedua kalinya Idulfitri harus dirayakan di tengah suasana pandemi Covid-19.
Pelaksanaan salat Idulfitri pun disarankan dilakukan di rumah saja.
"Jadi bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang, tetapi boleh juga dilakukan di rumah-rumah. Nah kalau dilakukan secara jemaah, itu memang merupakan kesepakatan," kata Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama(PBNU), KH Ahmad Ishomuddin dalam pernyataannya, Selasa(11/5/2021).
"Tetapi kalau dikerjakan sendirian di rumah, menurut mazhab Imam Syafi'i itu juga sah," sambungnya.
Baca juga: Masjid di Kota Bekasi Gelar Salat Ied Berjamaah dengan Protokol Kesehatan Ketat
Menurut Ishomuddin, dalam hukum Islam, salat Ied merupakan sunah muakkad.
Menurut dia, karena bersifat tidak diwajibkan secara hukum Islam, maka setiap orang harus mematuhi ketentuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag).
Saat masa pandemi ini, kata Ishomuddin, sebaiknya masyarakat salat Idulfitri di rumah saja untuk menjaga kesehatan, agar tidak terinfeksi Covid-19.
"Jadi artinya masyarakat Indonesia wajib mematuhi imbauan pemerintah Republik Indonesia. Karena itu merupakan ikhtiar, upaya, dan kerja sama untuk mengakhiri pandemi yang berdampak luas pada segala sektor kehidupan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah sektor ekonomi," jelasnya.
Baca juga: Tahun Ini TMII Tidak Gelar Salat Idul Fitri Berjemaah di Plaza Tugu Api Pancasila
Ishomuddin mengatakan jika masyarakat tidak patuh kepada pemerintah, maka pandemi ini tidak akan segera berakhir.
Untuk jemaah di zona merah, kata dia, sebaiknya salat Idulfitri dikerjakan di rumah.
"Kalau ada di zona kuning, kalau mau mengerjakannya harus betul-betul melaksanakan secara ketat protokol kesehatan. Karena banyak masyarakat yang kena Covid-19 akibat tidak jujur. Nah hal inilah, ketika dia menularkan ke orang lain itu merupakan kejahatan. Dan menurut pandangan agama merupakan sebuah dosa," kata dia.
Terkait masih adanya polemik di wilayah zona merah, Ishomuddin mengatakan agar warga harus mematuhi ketentuan pemerintah.
"Masyarakat tidak perlu berpolemik.Taati saja pemerintah, taati para ulama. Dalam hal ini kementerian agama, Nahdlatul Ulama juga memerintah kita semua untuk menaati pemerintah," kata dia.
Baca juga: Gubernur Anies Angkat Bicara Soal Warganya Sakit, Kejang dan Meninggal Setelah Vaksin AstraZeneca
Sisi lain, Ishomuddin juga meminta aparatur pemerintah terutama Satgas Covid-19 di daerah masing-masing tidak bosan memberikan pemahaman terhadap masyarakat.
"Termasuk semua para tokoh agama harus memiliki kesadaran bahwa Covid-19 ini bukan hanya di Indonesia, tapi di semua negara. Dan apabila masyarakat tidak disiplin, kita akan terlalu lama di situasi pandemi. Dan ini akan merugikan masyarakat. Kalau masyarakat tidak percaya, ancamannya nyawa. Padahal nyawa itu harus dilindungi dalam semua ajaran agama," jelas dia.
Dari sisi pemerintah, agar tidak menjadi polemik berkepanjangan, Ishomuddin mengatakan agar komunikasi intens terus dilakukan.
Termasuk memberikan tindakan tegas terhadap warga yang melanggar protokol kesehatan.
"Pemerintah harus berani meyakinkan dan bertindak tegas kepada semua orang yang melakukan pelanggaran. Memberikan penjelasan yang terus menerus, tanpa bosan. Karena memang masih ada masyarakat yang tidak percaya," pungkasnya.(Willy Widianto)