74 Guru Besar Antikorupsi Sikapi TWK yang Berdampak Terhadap Dinonaktifkannya 75 Pegawai KPK
Sebanyak 74 Guru Besar antikorupsi dari berbagai universitas di Indonesia menyikapi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai KPK.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Semestinya proses alih status ini dapat berjalan langsung tanpa ada seleksi tertentu sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
Terlebih lagi, menurut mereka sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi.
Misalnya, dalam hal masa kerja, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan bahkan tercatat sudah bergabung sejak lembaga antirasuah itu berdiri atau sekitar tahun 2003 lalu.
Sederhananya, menurut mereka, jika wawasan kebangsaan mereka diragukan mestinya dengan sendirinya akan tercermin di dalam kinerjanya selama ini, misalnya melakukan pelanggaran etik atau tidak taat terhadap perintah UU.
Jadi, secara kasat mata terlihat bahwa ketidaklulusan mereka tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan selama ini.
Pada konteks lain, mereka berpendapat, terdapat pula permasalahan yang tak kalah serius di dalam proses alih status kepegawaian KPK.
Baca juga: Giri Suprapdiono Minta Jokowi Beri Perhatian Soal Polemik Status Pegawai KPK Jadi ASN
Sebab, menurut mereka dari sekian banyak pegawai yang diberhentikan, terdapat para Penyelidik dan Penyidik.
Hal tersebut menurut mereka akan berimplikasi pada perkara yang sedang mereka tangani, mulai dari korupsi suap bansos di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, pengadaan KTP-Elektronik, dan suap mantan sekretaris Mahkamah Agung.
"Kami menilai bukan tidak mungkin pengusutan perkara-perkara tersebut akan melambat, dan hal ini tentu merugikan rakyat selaku korban praktik korupsi dan pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini. Semestinya setiap pihak sadar bahwa citra pemberantasan korupsi Indonesia kian menurun," dikutip dalam keterangan pers 74 Guru Besar Antikorupsi pada Minggu (16/5/2021).
Menurut mereka hal tersebut terbukti dari temuan Transparency International yang memperlihatkan kemerosotan, baik peringkat maupun poin, Indonesia di dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2020 lalu.
Jika dikaitkan dengan kondisi KPK terkini, menurut mereka besar kemungkinan IPK Indonesia akan kembali menurun pada tahun selanjutnya.
Mereka berpendapat, satu dari sekian banyak faktor tentu merujuk pada arah politik hukum yang kian menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi.
"Terakhir, penting untuk diingat bahwa kehadiran KPK merupakan salah satu mandat reformasi yang menginginkan Indonesia bebas dari belenggu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu, segala bentuk pelemahan terhadap KPK, salah satunya adalah pemberhentian 75 pegawai yang disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan dan mesti ditolak," kata keterangan pers tersebut.
Sebanyak 74 Guru Besar Antikorupsi tersebut antara lain: