Pakar Hukum: 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Bukan Nonaktif Tapi Tugas & Tanggungjawabnya ke Atasan
Keputusan itu bukan penonaktifan namun penyerahan tugas dan tanggung jawab berdasarkan arahan langsung dari atasan.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik terkait penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak lulus atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) masih terus bergulir.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Agus Surono menyebutkan bahwa keputusan Pimpinan KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan langsung itu sudah sah dan mengikat serta dianggap benar menurut hukum.
"Keputusan Pimpinan KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab 75 pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan itu sudah berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dan aturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Prof Agus Surono, Minggu (16/5/2021).
Jadi, menurut dia, harus dianggap selaras dengan prinsip Presumptio Iustae Causa bahwa Keputusan Pimpinan KPK yang dikeluarkan tersebut harus atau selayaknya dianggap benar menurut hukum.
"Dan oleh karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya," papar Prof Agus Surono.
Agus sependapat dengan pernyataan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri yang menyebutkan bahwa keputusan itu bukan penonaktifan namun penyerahan tugas dan tanggung jawab berdasarkan arahan langsung dari atasan.
Baca juga: Heboh Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Sistem Tes ASN Dinilai Perlu Evaluasi
Penyerahan tugas ini, kata dia, dilakukan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan.
Landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK yang mengatur status pegawai KPK adalah ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Tiga peraturan hukum yang menjadi landasan hukum keputusan Pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial itu adalah UU No 19/ 2019, PP No 41/ 2020 dan Perkom No 1/2021, sebuah keputusan yang dapat dikualifikasi sebagai beskhiking yang bersifat mengikat dan sah secara hukum," tutur Agus.
Menurut Agus, KPK harus berkoordinasi secara intensif dengan Badan Kepegawaian Negara dan Kemenpan RB terkait dengan tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS tersebut.
"Ada aturan mengenai formasi jabatan dan masa kerja para pegawai KPK yang disesuaikan dengan aturan tentang jenjang jabatan sebagai ASN. Biro SDM KPK kemudian akan memetakan kualifikasi Pegawai KPK dengan jabatan ASN yang pada prosesnya disampaikan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB)," tambah dia.
Oleh karena Keputusan KPK terkait dengan soal alih status pegawai KPK yang telah sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dan juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Profil Sujanarko, Direktur KPK Penerima Penghargaan dari Jokowi yang Tidak Lolos TWK
Dan bahkan, menurutnya, dalam pengambilan keputusan tersebut juga dihadiri oleh Dewan Pengawas KPK maka keputusan KPK yang bersifat kolektif kolegial tersebut merupakan keputusan yang sah secara hukum dan mengikat kepada adresat (subyek hukum) keputusan tersebut bagi 75 pegawai KPK yang tidak lulus (TMS) dalam Tes Wawasan Kebangsaan tersebut.
Sementara terhadap pihak-pihak yang menganggap adanya kesalahan putusan tersebut, maka dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan tata usaha negara (PTUN) atas adanya keputusan pejabat TUN tersebut.
"Namun demikian harus diperhatikan terkait syarat pengajuan gugatan kepada PTUN adalah bahwa obyek (putusan PTUN) yang dipermasalahkan tersebut sifatnya harus konkrit, individual dan final," ujarnya.
Kemudian terkait dengan adanya keberatan terhadap hasil asesmen yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI, maka hal itu bukanlah menjadi kewenangan KPK untuk mengkaji kembali hasil asesmen tersebut.
"Karena dalam melaksanakan proses asesmen, KPK hanya sebagai Executioner Maker (User) dari hasil asesmen, dan oleh karenanya tidak memiliki wewenang untuk melakukan kajian ulang hasil asesmen BKN-RI," kata Agus Surono.