Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KSPI: Setuju Vaksinisasi, Tolak Komersialisasi

KSPI dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
zoom-in KSPI: Setuju Vaksinisasi, Tolak Komersialisasi
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi.

Pemberian vaksin kepada rakyat termasuk kaum buruh dan keluarganya untuk mencegah meluasnya penyebaran Pandemi Covid-19 adalah tugas negara.




Karena itu, apapun bentuk strategi dan strategi pemberian vaksin termasuk pembiayaannya kepada seluruh rakyat menjadi tanggungjawab pemerintah.

Warga menjalani vaksinasi Covid-19 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pinang Ranti 02 Pagi, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021). Vaksinasi tahap ketiga sudah dimulai di Jakarta menyasar 445 RW kumuh sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu dan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Persiapan Penyelenggaraan Vaksinasi Covid-19. Tribunnews/Herudin
Warga menjalani vaksinasi Covid-19 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pinang Ranti 02 Pagi, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021). Vaksinasi tahap ketiga sudah dimulai di Jakarta menyasar 445 RW kumuh sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu dan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Persiapan Penyelenggaraan Vaksinasi Covid-19. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Oleh karena itu, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan pihaknya siap mengikuti program vaksinisasi tersebut.

Tetapi KSPI mempermasalahkan pemberian vaksin yang dilakukan secara berbayar. Jika ini dilanjutkan, patut diduga akan terjadi komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

“Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,” ujar Said Iqbal, dalam keterangannya, Jumat (21/5/2021).

BERITA TERKAIT

“Program vaksinisasi berbayar yang dikenal dengan nama Vaksin Gotong Royong, sekalipun biaya vaksinisasi dibayar oleh pengusaha, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen (pembuat vaksin)," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm adalah Rp 321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di dalam harga tersebut.

Dijelaskan, bahwa tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Dengan demikian, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar 800-an ribu untuk 2 kali penyuntikan.

Baca juga: Vaksinasi Gotong Royong Dimulai, Bio Farma Telah Distribusikan 69.730 Dosis Vaksin Sinopharm

Baca juga: Komnas KIPI Terima 229 Laporan Kejadian Setelah Vaksinasi Covid-19 Kategori Serius

Terkait dengan hal itu, ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran KSPI bahwa vaksin gotong royong akan menyebabkan komersialisasi.

Pertama, berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada atau tidaknya seseorang terpapar virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR), mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar.

Awalnya pemerintah menggratiskan program rapid tes, tetapi belakangan rapid tes terjadi komersialisasi dengan harga yang memberatkan. Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid tes.

“Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)," kata Said.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas