Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aktivis ’98: Anti-KKN harus Jadi Gerakan Kembali

Bahkan agenda itu harus menjadi gerakan di semua lini, baik di penyelenggara negara maupun kalangan masyarakat sipil saat ini.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Aktivis ’98: Anti-KKN harus Jadi Gerakan Kembali
Kompas.com/Riza Fathoni
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agenda Reformasi yang digaungkan tahun 1998, dipandang masih sangat relevan hingga hari ini.

Satu di antara agenda tersebut adalah pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Bahkan agenda itu harus menjadi gerakan di semua lini, baik di penyelenggara negara maupun kalangan masyarakat sipil saat ini.

“Saya melihat agenda mendasar dari Reformasi ini masih sangat relevan hingga hari ini. Agenda itu bahkan harus menjadi gerakan kembali dari seluruh elemen bangsa. Kita harus berani jujur bahwa ketiga praktik tersebut masih nyata dalam kehidupan bernegara kita," kata Willy Aditya, Aktivis ’98 yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Jumat (21/5/2021).

Menurut Willy, pola gerakannya harus baru dan tidak terjebak dalam romantisme masa lalu.

Gerakan anti-KKN yang baru harus lebih modern, menunjukkan kemauan yang kuat, menyasar pada permasalahan mendasar, yakni sistem dan mental, serta tidak terjebak dalam hal yang sloganistik.

BERITA TERKAIT

"Saya melihat, korupsi lahir karena dua hal, sistem dan mental. Praktik bernegara di masa Orde Baru dulu yang otoriter dan ABS (asal Bapak senang) membuat korupsi menjadi keniscayaan. Nah, harusnya, Reformasi menjadi antitesis dari praktik semacam itu. Kehidupan politik dan bernegara yang semakin terbuka mestinya membuat praktik KKN menjadi tereliminir," ucapnya.

Willy memandang, setelah 23 tahun Reformasi ternyata praktik KKN Orba masih belum berubah juga. Rupanya saja yang berbeda dengan masa Orba dulu.

Bagi Willy, kenyataan ini menunjukkan bahwa masih ada masalah hingga saat ini.

Willy melihat, secara sistemik, masih banyak pola penyelenggaraan negara yang memberi celah bagi terjadinya KKN.

Perangkat-perangkat penunjang pelaksanaannya masih sangat konvensional, bahkan bisa disebut kuno.

"Misalnya, kita belum optimal menggunakan teknologi informasi yang berkembang pesat bagi upaya mereduksi praktik korupsi. Kita seperti terus mempertahankan sistem yang memang rawan KKN ini,” kata dia.

Willy menyadari bahwa membangun keadaan semacam ini bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan upaya, waktu, konsistensi, kesadaran, dan komitmen yang lebih, serta kepemimpinan yang kuat.

"Namun sebagai sebuah refleksi dan harapan atas 23 tahun Reformasi, kita harus terus memupuk asa bagi Indonesia yang lebih baik, berkeadilan, dan menyejahterakan. Pemberantasan terhadap KKN sebagaimana agenda Reformasi dulu adalah salah satu kunci untuk mewujudkannya," pungkasnya.

Berita lainnya: Lulusan Kejar Paket C Ungguli Sarjana Unair, Suparno Tetap Dilantik Meski Diprotes Warga

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas