Saksi Beberkan Edhy Prabowo Pindahkan 8 Unit Sepeda dari Rudin ke Rumah di Bogor
Jaksa lalu membaca BAP milik Alayk soal adanya kegiatan pemindahan barang dari rumah dinas ke rumah pribadi orang tua Iis Rosita Dewi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga ahli Komisi V DPR, Alayk Mubarok membenarkan ada 8 dari 17 unit sepeda dipindah dari rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan ke rumah pribadi orang tua istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi. Pemindahan terjadi pada Desember 2020 silam.
Hal tersebut dibenarjan Alayk saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa Edhy Prabowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Alayk perihal keberadaan sepeda di rumah dinas Menteri KP, Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Jaksa lalu membaca BAP milik Alayk soal adanya kegiatan pemindahan barang dari rumah dinas ke rumah pribadi orang tua Iis Rosita Dewi.
"Dalam BAP itu, Saudara mengatakan, 'Pada saat itu saya melakukan pemindahan bersama dengan tim biro umum dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, diantaranya Mas Gareng'," kata jaksa membaca BAP.
Baca juga: Begini Cara Sespri Edhy Prabowo Sembunyikan Transaksi Uang Dugaan Hasil Korupsi Ekspor Benur
"Saat itu saya menerima laporan pemindahan barang termasuk pemindahan barang pribadi sepeda dari tim Biro Umum Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan informasi dari Mas Gareng jumlah sepeda yang dikirim ke rumah pribadi orang tua Iis Rosita Dewi di daerah Sentul, Bogor adalah 8 unit sepeda dan sisanya 9 milik BMN KKP benar pak?," sambung jaksa seraya mengonfirmasi ke saksi.
Alayk pun membenarkan hal tersebut. Kata dia, saat itu ada laporan sepeda akan dipindah dari rumah dinas sesuai arahan, mengingat menteri KP yang naru akan menempati rumah dinas tersebut.
"Betul pak, jadi saat itu saya menerima laporan ada sepeda yang akan dikirim karena seluruhnya akan dipindah dari Widya Chandra ke rumah Bogor sesuai arahan karena menteri baru akan menempati rumah dinas tersebut," ujar Alayk.
"Saya baru dapat laporan bahwa ada 8 unit sepeda yang dipindahkan dan sisanya BMN yang ditinggalkan di Widya Chandra karena menteri baru akan tinggal di situ pada Desember," lanjut dia.
Diketahui Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.