Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD: Korupsi Semakin Meluas Setelah Reformasi Melebihi Orde Baru

Mahfud menjelaskan pada tahun 2017, pihaknya sudah mengatakan bahwa korupsi era reformasi ini lebih meluas dari era Orde Baru. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Mahfud MD: Korupsi Semakin Meluas Setelah Reformasi Melebihi Orde Baru
Tribunnews.com/Gita Irawan
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam pada Rabu (19/5/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyoroti semakin meluasnya korupsi di Indonesia setelah reformasi.

Mahfud menjelaskan pada tahun 2017, pihaknya sudah mengatakan bahwa korupsi era reformasi ini lebih meluas dari era Orde Baru. 

Zaman Orde Baru, kata dia, terjadi korupsi besar-besaran, tapi terkonsentasi dan diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan Soeharto. 

Hal itu disampaikan Mahfud MD dalam sambutannya pada pelantikan Dr Makmun Murad sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Selasa (25/5/2021).

"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan. Ini tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN. Penyebutan itu ada di Tap MPR, UU, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan sebagainya," kata Mahfud dalam keterangan yang diterima dari Tim Humas Kemenko Polhukam pada Rabu (26/5/2021).

Namun, kata Mahfud, harus diakui, sekarang ini, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif dan secara vertikal dari Pusat sampai ke Daerah-daerah.

Baca juga: Pernyataan KSP Soal TWK di KPK, Moeldoko: Agar Pemberantasan Korupsi Lebih Sistematis

"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal. Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan Pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD” kata Mahfud.

Berita Rekomendasi

Ia juga menengarai, banyak yang masuk penjara karena jual beli APBN dan Perda. 

"Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja," kata Mahfud.

Semua itu, kata dia, dilakukan atas nama demokrasi dan Pemerintah tidak mudah untuk menindak karena di dalam demokrasi, Pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya. 

Itulah sebabnya, Mahfud mengaku paham dengan istilah “demokrasi kriminal” yang pernah dilontarkan oleh Rizal Ramli. 

“Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi," kata Mahfud.

Selain itu, kata dia, pada era pasca reformasi sekarang ini, korupsi sangat meluas dan perguruan tinggi menjadi salah satu terdakwa utamanya. 

Sebab para koruptor itu, kata dia, umumnya adalah lulusan perguruan tinggi. 

"Karena itu, rektor di perguruan tinggi, harus memperhatikan ini," kata Mahfud. 

Menurut Mahfud kunci penyelesaiannya tak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan, sebab aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi. 

"Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan,” kata dia.

Jadi menurutnya demokrasi tetap yang terbaik tapi perlu ditata ulang dengan keluhuran moral para aktornya agar yang tumbun adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal. 

"Ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik, jika moralitas politik bagus maka hukum dan penegakannya akan bagus. Tapi jika moralitas politik jelek maka hukum dan penegakannya juga akan jelek," kata Mahfud.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas