Terima Aduan, Komnas HAM Singgung Adanya Dugaan Stigmatisasi pada 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK
Terima aduan, Komnas HAM singgung adanya dugaan stigmatisasi pada 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: bunga pradipta p

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) RI M Choirul Anam menyinggung dugaan stigmatisasi dalam pengaduan atau laporan dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Anam mengatakan, saat menerima aduan, pihaknya sempat mendalami kasus itu.
Menurutnya, dugaan pelanggaran HAM berupa stigmatisasi menjadi problem yang serius.
Dugaan stigmatisasi ini berkaitan dengan pelabelan terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK, sebagai pribadi yang anti- kebangsaan.
Baca juga: Moeldoko Heran TWK di KPK Begitu Diributkan hingga Minta Jangan Terus Digoreng
"Sepanjang kami dalami, dalam waktu 1,5 jam, kami mengembangkan ada beberapa (dugaan), yang menurut kami serius."
"Misalnya begini, dugaan bahwa jangan sampai problem ini menjadi problem stigmatisasi."
"Stigmatisasi dalam konteks HAM sangat serius," ucap Anam, dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (26/5/2021).
Diketahui, KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sempat mengumumkan nasib 75 pegawai KPK yang tak lolos KPK.
Dari 75 pegawai ini, 51 mendapat rapor merah dalam TWK, yang tak bisa ditolerir.

Baca juga: ICW Yakini Ada Pola Jahat dalam Pelaksanaan Seleksi TWK untuk Pegawai KPK
Anam mengatakan, pengumuman soal rapor merah ini bisa memperkuat stigmatisasi pada pegawai KPK ini.
"(Mohon maaf) pengumuman kemarin itu pada akhirnya memperkuat stigmatisasi. Misalnya, 'Ini sudah dapat angkanya merah sekali tidak bisa dibetulin'."
"Itu menurut kami, mengkreasi stigmatisasi," jelas Anam.
Menurutnya, stigmatisasi ini akan berefek kepada masa depan karir pegawai KPK itu.
"Itu akan bersinggung tidak hanya masa kekininan, tapi juga masa depan."
"Kalau mau daftar menjadi pegawai apapun, akan dibilang 'Wah ini bukan orang kebangsaan, bukan orang Pancasilais'," kata Anam.
Baca juga: Pecat 51 Pegawainya, KPK Terima Kritikan dari Sejumlah Tokoh Politik
Anam mengingatkan, untuk segera menghentikan stigmatisasi ini, baik secara langsung atau tidak.
Ia meminta pimpinan KPK dan lembaga terkait untuk kooperatif dengan Komnas HAM dalam menangani kasus ini.
Sehingga, masyarakat nantinya mendapat informasi yang benar dan berimbang.
"Kami minta pimpinan KPK, struktur KPK termasuk Dewan Pengawas dan lembaga yang lain untuk kooperatif terhadap Komnas HAM. Gunakan kesempatan ini untuk informasi yang berimbang."
Kata Anam, saat ini pihak masih mendalami aduan 75 pegawai KPK ini.
Baca juga: Moeldoko: Alih Status Pegawai KPK Jangan Terus Digoreng
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, terdapat delapan poin pengaduan atau laporan dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati yang mendampingi perwakilan dari 75 pegawai tersebut ke Komnas HAM RI menjelaskan pertama adalah adanya dugaan pelanggaran pembatasan terhadap hak asasi manusia terkait TWK tersebut.
Kedua, kata dia, dugaan pelanggaran terkait hak atas perlakuan yang adil dalam hubungan kerja.
Asfinawati menjelaskan dugaan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh para pegawai KPK yang tidak lolos dan pegawai KPK lain yang lolos dengan jawaban sama.
Baca juga: Komnas HAM Prioritaskan Tangani Laporan 75 Pegawai KPK yang Tidak Lolos TWK
Ketiga, kata dia, ada dugaan pelanggaran terhadap hak berserikat dan berkumpul.
Hal itu disampaikannya usai mendampingi perwakilan 75 pegawai KPK menyerahkan laporan terkait TWK dan alih status pegawai KPK menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) kepada Komisioner Komnas HAM di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (24/5/2021).
"Kita tahu sejak 2019 dan sebelumnya teman-teman wadah pegawai ditarget dan itu ramai sekali salah satunya ketika ada revisi Undang-Undang KPK. Meski di revisi itu tak ada tentang TWK, tapi ternyata nyaris seluruh pengurus KPK ini dinyatakan tidak lulus, terutama pengurus-pengurus hariannya, Ketua, Wakil Ketua, dan sekjen itu habis semua," kata Asfinawati.
Keempat, kata dia, ada dugaan pelanggaran terhadap pembela HAM yakni Novel Baswedan yang juga menjadi salah satu di antara 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.

Kelima, ada dugaan pelanggaran terhadap hubungan yang adil dalam pekerjaan dalam konteks dasar hukum, hak, dan kewajiban 75 pegawai KPK setelah TWK.
Keenam, kata Asfinawati, ada dugaan diskriminasi terhadap perempuan dalam proses tersebut.
"Banyak pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menjadi pelecehan seksual dan ada pegawai perempuan KPK yang sampai menangis di dalam tes itu, karena dikejar tentang persoalan persoalan personal yang saya yakin teman-teman tahu apa pertanyaan itu, yang seksis dan bersifat diskriminatif," kata Asfinawati.
Ketuju adanya dugaan stigmatisasi terhadap 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
"Tak hanya menutup mereka bisa diangkat menjadi ASN pada KPK, Tapi juga akan mempengaruhi kehidupan sosial, pendidikan anak cucunya dan berkiprah di pemerintahan setelah ini. Jadi stigma ini parah sekali, dan dalam kasus ekstrim, dia bisa menjadi alasan penganiayaan terhadap mereka yang distigma itu bahkan pembunuhan," kata Asfinawati.
Baca juga: MAKI: Negara Justru Rugi Kalau Pecat 51 Pegawai KPK yang Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan
Terakhir, kata dia, ada tendensi yang sangat kuat adanya pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat.
Menurut Asfinawati sebagian dari 75 pegawai KPK pernah menandatangani petisi menolak Ketua KPK Firli Bahuri, menjadi pemohon judicial review dalam revisi Undang-Undang KPK.
Artinya, kata Asfinawati, 75 pegawai KPK tersebut adalah mereka yang kritis.
Padahal, kata dia, etika untuk pegawai KPK berbeda karena yang utama bukan patuh terhadap atasan melainkan mampu memberantas korupsi dengan menjaga independesi.
"Karena itu perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dan bahkan diperbolehkan dalam kode etik. Dan TWK ini persis menyerang hal tersebut dan karena itu ada kaitan erat dengan pelemahan pemberantasan korupsi," kata Asfinawati.
Baca berita polemik 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK lainnya
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Gita Irawan)