Duet Prabowo-Puan hingga Anies-AHY Disebut Bisa Terjadi di Pilpres 2024
Pangi Syarwi Chaniago memperkirakan sejumlah nama yang kemungkinan bisa berduet dan bersaing di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memperkirakan sejumlah nama yang kemungkinan bisa berduet dan bersaing di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Perkiraaan saya bakal ada tiga poros nanti cukup potensial pada Pilpres 2024," ungkap Pangi kepada Tribunnews.com, Minggu (30/5/2021).
Poros pertama, menurut Pangi, ialah koalisi PDIP-Gerindra-PKB dengan simulasi mengusung pasangan capres Prabowo Subianto dan Puan Maharani.
Poros kedua, koalisi partai Nasdem-PKS-Demokrat dengan simulasi pasangan capres Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.
"Poros ketiga, koalisi alternatif partai Golkar-PPP-PAN dengan simulasi pasangan bisa nama-nama seperti Airlangga Hartarto, Erick Tohir, terlepas dari partai mana yang nanti meminangnya menjadi capres, termasuk nama Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil," ungkap Pangi.
Baca juga: Prabowo Diprediksi Lawan Anies di Pilpres 2024
Sementara itu soal pembentukan koalisi, Pangi menyebut ada dua gaya pendekatan.
"Pertama pendekatan match all party, koalisi berbasiskan personalistik, pragmatis dan populisme," ungkapnya.
Pendekatan kedua ialah catch all party, koalisi platform berbasiskan ideologi.
"Saya perhatikan koalisi kita selama ini lebih kuat DNA berbasiskan kekuasaan pragmatis ketimbang ideologis, selain memang makin cair sekat ideologis lintas parpol."
"Artinya, koalisi bukan berbasiskan ideologi, lebih menonjol basis pragmatisme politik," ungkap Pangi.
Baca juga: PDIP Tutup Pintu Koalisi, Demokrat: Tidak Etis Bicara Pilpres di Tengah Krisis Kesehatan dan Ekonomi
Banyak Potensi, Terhalang Sistem
Pangi mengungkapkan, berkaca pada dinamika politik, pada dasarnya capres potensial di Indonesia sangat melimpah.
Akan tetapi, Pangi menyebut sistem politik di Indonesia membuat hambatan dan penghalang sehingga tokoh-tokoh potensial akan layu sebelum berkembang dengan pemberlakuan ambang batas president threshold (PT) 20 persen.
"Pemberlakuan ambang batas presiden ini pada akhirnya akan membunuh talenta-talenta potensial dan menyisakan ruang permainan hanya berputar-putar pada permainan tingkat partai papan atas sebagai otoritas pemegang kendali pemberian 'tiket' pencapresan pada siapa diinginkan melalui lobi-lobi politik belakang layar," ungkapnya.
Menurut Pangi, publik hanya menjadi penonton dan dipaksa memilih pada pilihan yang terbatas.
"Kata kuncinya pada otoritas tiket partai, elektabilitas racikan elektoral yang tinggi seakan-akan tidak berguna," ujarnya.
Baca juga: Gaya Politik Ganjar Dinilai seperti Air Mancur: yang Kena, yang Jauh-Jauh Aja
Merujuk pada pemilu sebelumnya, Pangi menyebut sudah dapat dipastikan 'otoritas tiket' hanya akan dimonopoli partai-partai papan atas.
"Sehingga nama-nama yang berseliweran hari ini pada lembaga lembaga survei hanya akan menjadi hiasan di pemberitaan media dan akan hilang bahkan sebelum 'pestanya' dimulai."
"Rujukan iya tapi belum tentu menjadi penentu seperti komentar Ketua Bappilu PDIP, Bambang Wuryanto, elektabilits bukan menjadi patokan dalam penentuan capres," ungkap Pangi.
Pangi mengungkapkan elektabilitas itu bukan kunci untuk mendapatkan 'tiket' pencapresan.
"Silahkan Anies Baswedan tinggi elektabilitasnya, silahkan Ganjar Pranowo tinggi elektabilitasnya, silahkan Ridwan Kamil tinggi elektabilitasnya tapi tetap nama-nama yang bakal keluar dari saku kantong, mutlak pada partai yang menentukan."
"Adanya president threshold 20 persen, elektabilitas dan popularitas terkadang tak punya korelasi linear terhadap proses pencapresan, kalau pun iya tapi tidak menjadi faktor mutlak, itu bisa jadi bonus," ungkap Pangi.
Baca juga: Andi Arief Sebut Demokrat Bakal Rugi Jika Berkoalisi dengan PDIP di Pilpres 2024
Pangi juga menyebut bisa juga ada 'capres kaget' di Pilpres 2024 mendatang.
"Publik terkaget bahkan bukan tidak mungkin nama-nama capres di luar cluster kepala daerah, menteri dan ketua umum parpol," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Pangi, simulasi capres hanya akan berputar-putar pada partai-partai itu-itu saja yang bisa memenuhi PT.
"Karena sistem pemilu sedikit membatasi ruang gerak capres potensial, semisal PDIP, Gerindra dan Golkar, sisanya gabungan partai papan tengah Itupun kalau tidak ada koalisi gemuk yang menggembosi partai papan tengah."
"Kalau koalisi gemuk terjadi, kita sudah bisa tebak capres 2024 itu siapa saja, PDIP maunya siapa? Gerindra mau usung siapa? Golkar mau ikut dukung atau mau bikin poros alternatif sendiri? Saya ingin katakan, sisanya nanti hanya akan mengikuti arus," ungkap Pangi.
"Kalau kita menginginkan sesuatu yang baru dan pemilu 2024 lebih dinamis dan atraktif, menurut saya tidak ada jalan lain, presidensial threshold harus dihapuskan," ujar Pangi.
Dorong Adanya Lebih dari 2 Paslon
Lebih lanjut, Pangi berharap masyarakat mendorong adanya lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024.
Data hasil survei Voxpol Center, ungkap Pangi, menunjukkan sebesar 40,6 persen menginginkan pilpres 2024 diikuti lebih dari dua pasang capres/cawapres.
"Sebanyak mungkin capres alternatif, meskipun terbentur presidensial threshold 20 persen, jangan sampai terulang rematch pilpres bipolar, akibatnya keterbelahan publik makin menganga lukannya, karena ngak ada capres alternatif sebagai pemecah gelombang dua kutub tersebut," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)