Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Elite Partai Ummat Ingatkan Sekjen PAN Tak Jual Nama Amien Rais: Kami Paham Modus Seperti Ini

Eddy Soeparno menyebut PAN sempat ingin bergabung dengan koalisi paslon Joko Widodo-Maruf Amin tahun 2019.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Elite Partai Ummat Ingatkan Sekjen PAN Tak Jual Nama Amien Rais: Kami Paham Modus Seperti Ini
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Sekjen PAN Eddy Soeparno. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hubungan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Ummat menghangat.

Hal ini bermula saat Sekjen PAN Eddy Soeparno membeberkan partainya pernah diminta membatalkan keputusannya (diveto) ketika ingin bergabung Koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Yang mem-veto adalah Amien Rais.

Kontan, pernyataan ini direspons Wakil Ketua Umum Partai Ummat Agung Mozin. Agung meminta PAN tidak menjual nama Amien Rais untuk menaikkan harga tawar politik mereka.

"Tidak perlu jual-jual nama Pak Amien Rais untuk menaikan harga tawar politik," kata Agung Mozin kepada Tribunnews, akhir pekan lalu.

Loyalis Amien Rais ini juga mempersilakan PAN bergabung dengan PDIP.

Baca juga: Bela Amien Rais, Wakil Ketua Umum Partai Ummat Sebut Pernyataan Ngabalin Tak Beradab

"Minyak akan bercampur dengan minyak dan air akan bercampur dengan air. Pak Amien Rais nggak usah dibawa-bawa lagi namanya jika ada orang-orang yang haus kekuasaan ingin menggadaikan dirinya demi sebuah kekuasaan," katanya.

Agung mengatakan Amien Rais saat ini tengah mengambil jalan lain untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan melalui Partai Ummat. Menurutnya, Indonesia akan menjadi damai dengan tegaknya keadilan, bukan hanya bagi-bagi kekuasaan.

Berita Rekomendasi

"Mohon dengan hormat kepada Sekjen PAN bahwa Pak Amien Rais enggak usah lagi digunakan untuk meyakinan Presiden untuk secuil kekuasaan. Kami semua sudah paham modus seperti ini," tegasnya.

Seperti diketahui, dalam ceritanya, Eddy Soeparno menyebut PAN sempat ingin bergabung dengan koalisi paslon Joko Widodo-Maruf Amin tahun 2019.

Tapi rencana itu gagal terealisasi, karena Amien Rais yang saat itu masih jadi tokoh sentral dan Ketua Dewan Kehormatan PAN, menentangnya.

Padahal jajaran pimpinan dan kader, termasuk Ketum PAN Zulkifli Hasan, satu suara menginginkan masuk koalisi Jokowi.

Namun, Amien Rais menolak, bahkan menggunakan hak vetonya hingga berujung pada dukungan PAN berlabuh ke kubu Prabowo-Sandi.

Merasa Identik dengan PDIP

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya kian mudah berkoalisi dengan PAN, usai Amien Rais tak lagi berada di tubuh partai pimpinan Zulkifli Hasan itu.

Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, PAN dan PDIP itu identik.

Keduanya sama-sama memiliki ideologi politik yang beririsan.

"PAN dengan PDIP itu memiliki ideologi politik yang beririsan, yaitu paham kebangsaan, karena PAN berideologi nasionalisme relijius," kata Viva Yoga.

"Komitmen kerakyatan dan kebangsaan antara PAN dan PDIP adalah identik."

"Yaitu bertujuan agar perjuangan politik kita dapat mewujudkan tercapainya masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila," sambungnya.

Namun, ia menyatakan kemungkinan koalisi bersama PDIP di Pilpres 2024, belum dirasa urgen untuk dikonsolidasikan.

Mengingat, pelaksanaan pesta demokrasi itu masih cukup lama.

Keputusan mengenai koalisi, lanjut Viva Yoga, akan diputuskan oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di forum Rakernas PAN pada 2023 mendatang.

"Soal Pilpres 2024, PAN menganggap hal itu belum urgen untuk dikonsolidasikan, karena masih berlangsung nanti. Masih lama."

"Untuk pilpres 2024 secara resmi akan diputuskan oleh Ketua Umum Bang Zulkifli Hasan di forum Rakernas PAN tahun 2023," ungkapnya.

PAN akan senang jika bisa berkoalisi dengan PDIP, baik sekarang maupun di masa mendatang.

"PAN akan senang jika terus dapat bekerja sama dengan PDIP, sekarang dan ke depan," cetus Viva Yoga.

Saat ini, kata dia, seluruh partai politik masih saling melirik, berbincang, dan mendiskusikan serta mengeksplorasi gagasan dari partai lainnya.

Sebab tak dipungkiri, tak ada satu pun parpol yang bisa sendirian memenuhi persyaratan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 untuk mengusung paslon sebesar 20 persen suara sah nasional.

"Makanya perlu koalisi dan bertemu menyatukan hati," terangnya.

Sebelumnya, Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengungkap cerita di balik pilihan pihaknya mendukung pencalonan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Pilpres 2019.

Saat itu, PAN bergabung dengan Gerindra dan PKS.

Namun, dia bercerita PAN sempat akan bergabung ke koalisi Joko Widodo-Maruf Amin.

Kejadian itu hanya beberapa hari sebelum akhirnya PAN memutuskan bergabung dengan Prabowo-Sandi.

Hal itu diungkapkan Eddy dalam diskusi daring bertajuk 'Membaca Dinamika Partai dan Soliditas Koalisi Menuju 2024' yang digelar Para Syndicate, Jumat (28/5/2021).

"Kejadiannya itu dua hari sebelum PAN mengumumkan pencapresan Pak Prabowo-Sandi (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno)."

"Jadi itu sebelum pilpres," ucap Eddy.

Pada akhirnya, rencana PAN bergabung dengan koalisi Jokowi-Maruf Amin gagal.

Eddy menyebut, Amien Rais masih menjadi tokoh sentral di PAN saat itu, yakni menjabat Ketua Dewan Kehormatan.

Amien Rais memiliki pendapat yang berbeda dengan sejumlah tokoh lainnya yang menginginkan PAN bergabung koalisi Jokowi, termasuk pandangan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

"Kita waktu itu, meskipun Ketua Umumnya Pak Zulkifli Hasan, tetapi tentu kita mendengarkan tokoh sentral kita, tokoh senior kita pada waktu itu, apa pandangan beliau."

"Memang pandangannya berbeda dengan pandangan dari sejumlah pengurus yang lain," ucap Eddy.

Eddy mengatakan dirinya telah menyampaikan PAN tidak memiliki DNA menjadi opisisi.

Hal itu ia sampaikan saat pertemuan dengan pengurus PAN.

Namun, Amien Rais menggunakan hak vetonya, yang berujung pada PAN mendukung Prabowo-Sandi.

"Saya sampaikan dalam pertemuan itu bahwa PAN itu tidak memiliki DNA oposisi."

"Dan saya terus terang dihujat banyak kalangan di internal kita."

"Ada yang mengatakan, kok Sekjen bisa berani mengatakan bahwa PAN tidak memiliki DNA oposisi? Memang demikian arahnya menurut saya," jelas Eddy.

Makin Mudah Berkoalisi dengan PAN Setelah Amien Rais Hengkang

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya juga berbicara mengenai peluang PDIP bekerja sama dengan Partai Amanat Nasional (PAN).

Menurut Hasto, peluang PDIP berkoalisi dengan PAN terbuka lebar.

Apalagi saat ini Amien Rais sudah tidak menjadi bagian dari PAN.

"Kami sama Partai Amanat Nasional sangat cocok untuk membangun kerja sama."

"Terlebih setelah saya mendapat bisikan dari teman-teman PAN pasca-Pak Amien Rais tidak tidak ada di PAN."

"Itu makin mudah lagi untuk membangun kerja sama politik," ungkap Hasto.

Selain itu, Hasto menilai Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan memiliki komitmen yang tinggi terhadap keutuhan NKRI.

Hal itu ditunjukkan dengan penolakannya terhadap wacana koalisi poros Islam yang justru akan mempertajam polarisasi masyarakat.

"Ketika ditawari oleh koalisi partai atas dasar agama, beliau menegaskan itu akan menambah pembelahan yang terjadi."

"Kita ini negara begitu besar dari Sabang sampai Merauke, itu kita jaga muruahnya," ucap Hasto.

Selain PAN, Hasto juga bicara peluang PDIP berkoalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Hasto menyebut partainya membuka peluang melanjutkan koalisi dengan PPP dan PKB yang saat ini berada dalam satu koalisi.

"Dengan PPP, kami mudah koalisi, enggak hanya tetangga dekat, sejarah kami, punya perasaan senasib saat Orde Baru," beber Hasto.

Gerindra Dipertimbangkan

Partai Gerindra membuka peluang berkoalisi dengan PDIP di pemilihan presiden 2024.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengakui, memang ada hubungan baik antara Ketua Umum Megawati PDIP Sukarnoputri dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

"Pernyataan dari Mas Muzani karena memang melihat bagaimana kedekatan hubungan Pak Prabowo dengan Ibu Megawati," ucap Hasto.

Hasto menyebut, kedekatan Megawati dan Prabowo selain karena kesamaan ideologi, juga faktor kedekatan basis massa dan kedekatan kultural.

Hal itu bakal menjadi pertimbangan PDIP untuk nantinya apakah bakal berkoalisi dengan Gerindra.

"Karena selain aspek ideologi, faktor kedekatan kultural, kedekatan organisasi, kedekatan basis massa."

"Kedekatan dari aspek strategi untuk memperluas basis massa itu juga akan menjadi pertimbangan," ulas Hasto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas