Menkes Budi Gunadi Terkejut Diberi Data Perokok Muda di Indonesia
Menkes kaget diberikan data jumlah perokok muda di Indonesia karena privelensi merokok di kalangan anak-anak muda Indonesia sangat tinggi.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Theresia Felisiani
TRUBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku kaget ketika diberikan data jumlah perokok muda di Indonesia.
"Saya terkejut membaca datanya yang tinggi sekali privelensi merokok di kalangan anak-anak muda Indonesia," kata Menkes pada webinar terkait kampanye berhenti merokok, Selasa (1/6/2021).
Permasalahan tingginya konsumsi tembakau di Indonesia menjadi satu di antara yang tertinggi di dunia.
Baca juga: Pemerintah Didorong Sederhanakan Struktur Tarif Cukai Rokok
Berdasarkan data Kemenkes, 62 persen laki-laki dewasa perokok di Indonesia, dimana penggunaan tembakau meningkat dikalangan pemuda yang menghabiskan 6 juta tahun hidup upaya atau yang disebut disability justice years of life setiap tahunnya.
Jika melihat riset kesehatan dasar tahun 2018, terjadi tren peningkatan perokok dikalangan remaja yang menjadi objek pemerintah bagaimana agar bisa mengendalikan sedini mungkin para perokok pemula untuk tidak menjadi perokok candu.
Berdasarkan data survei Global Youth, perokok berumur 13-15 sebanyak 20,3 persen pelajar sudah merokok di Indonesia
Ini angka yang mengejutkan karena ada sekitar 4 persen anak perempuan yang merokok.
Baca juga: Guru Besar Universitas Sahid : Pemerintah Perlu Siapkan Strategi Alternatif Turunkan Jumlah Perokok
Budi Gunadi Sadikin mengatakan selama 5 bulan diberikan amanah Presiden RI sebagai Menkes, ada 2 hal yang ia pelajari yakni untuk mengatasi pandemi dan kegiatan yang berhubungan dengan merokok.
Kebijakan yang harus diambil berkaitan dengan hal ini menurutnya bukan hanya kebijakan yang bersifat fisik, tapi juga kebijakan yang bisa menggerakan hati.
"Bukan hanya menjelaskan secara logika, tapi juga bisa menggerakan hati bahwa ini (merokok) seharusnya tidak dilakukan," kata Budi.
Program kebijakan yang harus digunakan menurutnya tidak hanya sekedar larangan untuk menghilangkan prevelensi tembakau, tapi juga ketatanan hati.
"Apakah tidak boleh kita mengancam, menakuti-nakuti dan menutup akses?, tentu boleh. Tapi itu tidak cukup jika mengenai candu. Buktinya masih terus jalan," ujarnya
Baca juga: Lansia di Koja Tak Kuat Lari Kejar 4 Penjambret, Sempat Lempar Tempat Rokok Kaleng ke Arah Pelaku
Kebijakan yang harusnya dibuat adalah mengubahnya ini menjadi gerakan yang dimiliki oleh seluruh masyarakat, terutama kepada anak muda.
Pendekatan gerakan menurut Menkes menjadi jauh lebih penting ketimbang pendekatan program yang kasat mata.
Menciptakan sosok yang menjadi pahlawan anti rokok di kalangan anak muda, menurutnya akan lebih berpengaruh.
"Mungkin Atta Halilintar atau sebagainya, sehingga menjadi lifestyle," kata Menkes.
"Kita cari pahlawan anti rokok Indonesia yang bisa membangun gerakan anti rokok dari para remaja, dan anak-anak Indonesia. Kita berikan support, panggung dan biarkan mereka yang memulai,"
"Seluruh panutan anak muda Indonesia bisa memberikan contoh, mengajak dan menyentuh hati anak muda bahwa jangan merokok," lanjutnya