Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terungkap Vila di Sukabumi yang Disita KPK Dibeli Sespri Edhy Prabowo Rp3 Miliar

Vila itu diketahui dimiliki oleh H. Makmun Saleh yang akhirnya dibeli melalui Sekretaris Menteri Edhy Prabowo, Amiril Mukminin usai Usep menawarkannya

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Terungkap Vila di Sukabumi yang Disita KPK Dibeli Sespri Edhy Prabowo Rp3 Miliar
Dok KPK
Tim penyidik KPK menyita 1 unit vila beserta tanah seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis (18/2/2021) hari ini pukul 18.00 WIB. Aset yang disita diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Dok Tim Penyidik KPK) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (2/6/2021).

Saksi atas nama Usep Kurniawan yang merupakan guru silat Edhy Prabowo mengungkap pembelian vila seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat.

Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar Usep soal pembelian vila tersebut yang saat ini sudah disita KPK.

Vila itu diketahui dimiliki oleh H. Makmun Saleh yang akhirnya dibeli melalui Sekretaris Menteri Edhy Prabowo, Amiril Mukminin usai Usep menawarkannya.

"Bapak tawarkan ke siapa?," Kata jaksa di persidangan.

"Awalnya, Saya tawarkan ke adiknya Pak Edhy, namanya Dedy Harianto. Sempat waktu itu saudara Dedy bilang juga kepada saya, bang coba saja tawarkan ke pak Edhy. Saya chatingan lewat WA tapi nggak di respons," jawab Usep.

Lantaran pesannya ke Edhy Prabowo tak direspons, Usep kemudian disuruh Dedy menawarkan vila tersebut ke Amiril.

Berita Rekomendasi

"Cuman ketika pas saya telfon lagi ke Dedy, disuruh coba hubungin pak Amiril dan itu saya tanya siapa? disampaikan, katanya orangnya pak Edhy," jelas Usep.

Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (2/6/2021).
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (2/6/2021). (tribunnews.com, Danang Triatmojo)

Setelah berkomunikasi via telepon dengan Amiril, kemudian terjadi kesepakatan pembelian vila di kawasan Cibadak itu. Mereka sepakat vila itu di harga Rp3 miliar, dari penawaran awal Rp4 miliar.

"Beliau (Amiril) sampaikan kepada saya coba bang di nego harga-harganya. Dari situ saya ke Pak Makmun lagi untuk menego harga tersebut dan disepakati harga Rp3 miliar," kata Usep.

Setelah harga sepakat, Amiril mengirimkan uang Rp50 juta sebagai tanda jadi pembelian vila di bulan Juli 2020.

"Di situ pak H. Makmun minta DP kurang lebih sekitar Rp50juta. Amiril saat itu kalau tidak salah DP nya pertama Rp45 juta lalu ditambah Rp5 juta. Jadi Rp50 juta," tutur Usep.

Selanjutnya setelah sepekan DP dibayarkan, H. Makmun selaku pemilik vila minta proses pembayaran dipercepat. Pembayaran kemudian dilakukan oleh Dedy, adik Edhy Prabowo dan satu orang utusan Amiril bernama Sugiarto.

Pembayaran pertama sebesar Rp1,45 miliar. Sehingga berikut DP yang sebelumnya sudah dibayarkan menjadi Rp1,5 miliar.

"Waktu itu uang yang bawa adiknya Pak Edhy (Dedy), dan pak Sugiarto," ujar Usep.

"Sugiarto siapa?" tanya jaksa.

Baca juga: Edhy Prabowo Bantah Vila yang Disita KPK Miliknya

"Waktu itu saya tidak kenal. Tapi setelah ditanya ke Dedy, katanya orangnya Pak Amiril. Pembayaran pertama sebesar Rp1,450 miliar ditambah Rp50 juta (DP) jadi total Rp 1,5 miliar," jawab Usep.

Satu pekan setelah pembayaran tersebut, pihak Edhy Prabowo selaku pembeli melakukan pembayaran lagi sekaligus akad jual beli (AJB) yang diwakili Sugiarto sebesar Rp1,5 miliar. Dengan demikian total pembelian vila Rp3 miliar sudah dilunasi.

"Saya minta ke Pak Amiril untuk menyaksikan pembelian tersebut. Tapi mungkin karena tidak bisa jadi diwakilin lagi pak Dedy dan pak Sugiarto. Untuk akad jual beli," katanya.

Namun kata Usep sertifikat bangunan vila belum sempat dibalik nama dari kepemilikan sebelumnya, penyidik KPK sudah keburu menyitanya.

"Belum, karena waktu itu sudah langsung dari pihak KPK untuk AJB-nya sudah, cuman sertifikat balik namanya belum," tuturnya.

Edhy Prabowo Bantah Membeli Vila

Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bantah bahwa vila yang telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah miliknya.

Hal tersebut diungkapkan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) itu usai diperpanjang masa penahanannya oleh KPK selama 30 hari kedepan.

Sejumlah petugas KPK saat saat melakukan penyitaan Vila yang diduga milik Eddie Prabowo.
Sejumlah petugas KPK saat saat melakukan penyitaan Vila yang diduga milik Eddie Prabowo. (TribunJabar/Istimewa)

“Semua kepemilikan itu kan atas nama siapa dan sebagainya juga enggak tahu,” ucap Edhy di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021).

Namun Edhy mengakui pernah ditawarkan vila yang berlokasi Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu. Akan tetapi ia tak mengambilnya lantaran harganya terlampau mahal.

“Saya pernah ditawarkan memang untuk itu, tapi kan saya enggak tindaklanjuti, harganya mahal juga,” katanya.

Diwartakan sebelumnya, tiim penyidik KPK menyita 1 unit vila beserta tanah seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis (18/2/2021).

Penyitaan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Plt Juru Bicara Ali Fikri mengungkapkan, vila dan tanah tersebut diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang terjerat dalam kasus ini.

“Diduga villa tersebut milik tersangka EP (Edhy Prabowo) yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan ijin pengiriman benih lobster di KKP,” kata Ali melalui keterangannya, Kamis (18/2/2021).

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.

Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.

Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.

Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.

Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.

Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas