Mengadu ke DPD RI, Petani Minta Adanya Koreksi Tata Kelola Sawit Indonesia
Petani sawit yang tergabung dalam POPSI mengadukan permasalahan para petani sawit di daerah kepada Dewan Perwakilan Daerah.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani sawit yang tergabung dalam POPSI (Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia) mengadukan permasalahan para petani sawit di daerah kepada Dewan Perwakilan Daerah.
Petani sawit daerah yang mengelola hampir 43 persen perkebunan sawit dan telah berkontribusi terhadap pendapatan nasional senilai Rp 300 triliun, justru tidak memperoleh layanan serius dari pemerintah.
Birokratisasi pelayanan, minimnya program bagi daerah penghasil sawit, dan badan dana sawit yang hanya berpihak bagi koorporasi besar adalah biang dari hadirnya para petani sawit di DPD RI.
Perwakilan petani sawit tersebut diterima langsung Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti didampingi Ketua Komite III Silvana Murni, Ketua Komite IV Sukiryanto, Bustami Zainudin (senator Lampung) dan Evi Apita Maya (senator NTB).
Baca juga: Ketua DPD RI Minta Pemerintah Selamatkan Garuda: Perlu Ada Langkah Taktis untuk Atasi Persoalan Ini
Sementara dari POPSI dihadiri Mansuetus Darto, Sekjen SPKS, Alvian Arahman-Ketua Umum Apkasindo Perjuangan, Hendra Purba-Direktur Eksekutif ASPEKPIR, dan Sabarudin sekretaris POPSI.
Dalam aduannya, Mansuetus Darto menjelaskan Pengelolaan kelapa sawit di Indonesia tidak adil dalam hal hubungan pusat dan daerah penghasil kelapa sawit.
Akibatnya petani sawit tidak memperoleh layanan yang memadai alias termarjinalkan.
Selain itu, pemerintah daerah juga selalu di tekan oleh pemerintah pusat untuk menjalankan program sawit berkelanjutan seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan banyak aturan di pusat mengatur daerah tapi tidak ada alokasi pendanaannya.
Baca juga: Ketua DPD RI Minta Pemerintah Edukasi Masyarakat Sebelum Premium Dihapus
Akibatnya, pembangunan sawit berkelanjutan itu hanya di omongan saja tidak diimplementasikan. Padahal, Dana sawit banyak di pusat yang dikelola oleh BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan) tapi alokasinya tidak jelas dan mayoritas untuk subsidi Industri Biodiesel.
"Pemerintah pusat khususnya kementerian keuangan malah semakin menjerat daerah penghasil sawit dengan menaikkan pungutan ekspor sawit untuk biodiesel dan merugikan petani sawit daerah," kata Mansuetus Darto dalam keterangannya, Jumat (4/6/2021).
Darto meminta agar DPD RI sejalan dengan perjuangan POPSI, dengan meminta Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan untuk menambah utusan daerah dan petani dalam komite pengarah dan dewan pengawas.
Sebab selama ini, Lembaga dana sawit ini hanya menguntungkan pengusaha dan dananya tidak mengalir ke Daerah.
Baca juga: Ketua DPD RI Minta Timnas Sepak Bola Indonesia Fokus ke Kualifikasi Piala Dunia 2022
Sementara itu Gamal Nasir Ketua Dewan Pembina POPSI mengatakan bahwa saat ini petani sawit melalui POPSI sangat mendukung ISPO sesuai dengan Pepres 44 tahun 2020, 4 tahun lagi petani diwajibkan untuk mengikuti ISPO untuk itu pemerintah daerah dan pusat harus segera all out untuk melakukan pembinaan, disini sangat di butuhkan dukungan DPD RI agar di sampaikan kepada pemrintah pusat dan daerah.
Selain itu, perlunya ada revisi UU Nomor 33 tahun 2004 terkait dengan perimbangan keuangan karena belum memasukan sawit di dalamnya padahal perikan dan kehutanan yang nilai devisanya kecil sudah masuk, kalau sawit bisa di masukan maka akan ada dampaknya pada daerah penghasil sawit dan kepetani sawit.
Sejalan dengan itu, Direktur eksekutif ASPEKPIR, Hendra Purba agar memperkuat kemitraan yang adil dan setara antara perusahaan dan petani. Perlu ada dukungan yang kuat untuk petani melalui pembangunan koperasi atau kelompok tani.
Alfian Alrahman Ketua Apkasindo Perjuangan meminta agar DPDRI bisa menyampaikan kepada Presiden agar dana hibah program Peremajan Sawit Rakyat (PSR) untuk petani sawit dinaikan dari 30 juta saat ini menjadi 60 juta agar kedepanya petani tidak dibebani lagi dengan kredit ke bank untuk membangun kebun.
Selain itu, dia meminta agar kelembagaan BPDPKS yang didalamnya ada pengusaha-pengusaha sawit segera di lakukan perbaikan dan perlunya pelibatan perwakilan petani sawit di dalamnya. Pungutan sawit sudah membuat petani makin rugi.
"Dengan peraturan mentri keuangan No 191, petani kehilangan pendapatan Rp. 600 per kilogram tandan sawit. Artinya, pengusaha biodiesel itu disubsidi oleh petani. Segera revisi aturan yang merugikan petani dan daerah," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.