Viral Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Pesepeda, Komnas Perempuan Dorong Korban Angkat Suara
Pelecehan seksual menimpa seorang perempuan yang sedang bersepada di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat belum lama ini.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelecehan seksual menimpa seorang perempuan yang sedang bersepada di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat belum lama ini.
Pelecehan tersebut dilakuan seorang laki-laki yang mengendari sepeda motor.
Aksi tak terpuji tersebut pun sempat viral di media sosial.
Saat kejadia, korban dibantu pengemudi mobil mengejar pelaku.
Pelaku pelecehan pun terjatuh dan berhasil ditangkap warga.
Kasus yang terjadi ini menambah daftar perilaku pelecehan perempuan yang terjadi di Indonesia, khususnya di Ibu Kota.
Komisioner Komnas Perempuan RI Alimatul Qibtiyah mengungkap riset yang dilakukan Komnas Perempuan selama masa pandemi menunjukkan angka yang signifikan dan hanya 10 persen dari korban yang mau buka suara.
Baca juga: KISAH Tokoh Anti-Pelecehan di Sekolah, Diancam Akan Diperkosa sampai Akan Diusir
"Sangat memprihatinkan karena masih banyaj korban pelecehan seksual yang tidak mau speak up dan tidak mau lapor ke lembaga layanan," kata Alimatul Qibtiyah dalam sesi wawancara dengan radio lokal, Jumat (4/6/2021).
Ia mengungkapkan masih banyak korban yang tidak mau bicara karena sejumlah faktor.
Pertama yakni terkait budaya patriarki dan pemahaman agama yang misoginis, serta aturan yang belum responsif terhadap persoalan kekerasan seksual.
Mengacu pada data penilitian Komnas Perempuan yang dilakukan tahun lalu, menunjukkan hampir 70 persen masyarakat masih meyakini kekerasan seksual disebabkan karena cara berpakaian perempuan.
Padahal ada juga pelecehan menimpa perempuan yang berpakaian tertutup.
"Artinya kalau ada korban yang lapor maka terkadang dia disalahkan lagi, ada blaming the victim, menyalahkan korban, karena kadang ada masyarakat yang seperti itu dan ini harus kita ubah," katanya.
Alimatul menegaskan kekerasan seksual dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan, apalagi membalikkan fakta kepada korban pelecehan.
Baca juga: DPR RI Soroti Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Sekolah SPI Malang
Peraturan agama yang misoginis juga masih ada di kalangan masyarakat Indonesia, seperti menafsirkan wanita dalam sumber fitnah.
"Masih ada di masyarakat kita yang menafsirkan bahwa sumber fitnah itu ya harta, tahta, wanita. Sehingga jika ada korban kekerasan seksual semua di kembalikan lagi kepada perempuannya," katanya.
"Ini juga harus diubah, sumber fitnah itu harta, tahta dan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya," lanjut Alimatul.
Baca juga: Niat AT Anak Anggota DPRD Kota Bekasi Menikahi Korban Pelecehan Seksual Dinilai Tak Tulus
Payung hukum yang belum komprehensif juga menjadi persoalan jika terjadi kasus kekerasan seksual.
Alimatul mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) hingga saat ini menjadi problem dilematis yang seharusnya itu tidak perlu dipertanyakan lagi.
"RUU PKS itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melindungi dan memulihkan korban, serta menindak pelaku kekerasan seksual," ujarnya.
Karena itu, Komisioner Komnas Perempuan itu mendorong para korban kekerasan seksual untuk melapor tindakan pelecehan maupun kekerasan seksual kepada kepolisian atau lembaga terkait yang mengurusi tindak pidana tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.