Ketua PTKHI: Isu Guru Honorer Jangan Lagi Jadi Komoditas Politik Praktis
Defi Meliyana meminta agar isu guru honorer tidak lagi dijadikan komoditas isu politik praktis.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Pendidik Tenaga Kependidikan Honorer Indonesia (PTKHI) Defi Meliyana meminta agar isu guru honorer tidak lagi dijadikan komoditas isu politik praktis.
Mewakili guru honorer, dalam webinar pendidikan oleh Vox Populi, ia meminta pemerintah membuat regulasi yang pasti bagi guru honorer.
"Kalau mau mengangkat kami ya dirikan sebuah regulasi yang pasti. Jangan terjadi seperti yang kemarin P3K tahap pertama kemarin di tes tahun 2019 tapi dapat SK Maret 2021," kata Defi Minggu (6/6/2021).
P3K adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Belakangan ketika guru honoror menuntut lagi janji yang disampaikan Presiden terkait P3K, pihaknya kembali mendapatkan kabar penundaan P3K sampai waktu yang tidak ditentukan.
Baca juga: Utang Rp 3,7 Juta untuk Beli Susu Anak, Guru Honorer Ini Malah Terlilit Pinjol hingga Rp 206 Juta
Belum lagi informasi yang didapatkan bahwa tidak ada anggaran bagi program P3K ini bagi guru honorer.
"Agak miris ternyata kami dapat informasi itu terkait dengan anggaran. Anggaran tidak ada," ujarnya.
Defi mengungkapkan ada pula ketakutan dari pemerintah daerah memberikan formasi anggaran.
Faktanya pemerintah daerah banyak yang tidak mengajukan kuota dan usulan P3K, banyak guru honorer di daerah yang tidak mendapat perhatian soal P3K yang telah dijanjikan pemerintah pusat untuk mensejahterakan guru honorer.
"Ini miris, jadi hanya untuk di kontrak saja tapi tidak di akomodir semua. Padahal kami benar-benar ada, ngajar di sekolahan," ujarnya.
Defi bahkan mengaku belum mendapatkam vaksinasi jelang pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) bulan Juli yang telah dikukuhkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim.
Namun ia mendukung kembali dibukanya sekolah.
Hal tersebut dikarenakan bahwa fakta di lapangan mengungkapkan lost learning sudah benar-benar terjadi karena sudah lama siswa tidak mendapat pembelajaran dalam jangka waktu lama.
"Mohon maaf, anak-anak ini sekarang bodoh, karna setiap hari pegang handphone hanya untuk main game. Susah di kontrolnya. Ini yang harus dipikirkan bersama solusinya," kata Defi.
Defi mengungkapkan sepanjang era pembelajaran daring, banyak guru-guru di daerah yang tidak mendapat fasilitasi kuota dari Kemendikbud atau ada masalah dengan kuota yang didapatkan.
Guru atau murid di daerah yang mendapat subsidi kuota dari pemerintah terkadang tidak bisa memakai kuota itu karena fasilitas internet atau jaringan di beberapa daerah tidak mendukung.
"Saya pribadi sampe saat ini belum pernah menerima 1 giga pun, tidak ada pemerataan dan mekanisme yang pas untuk mengalirkan kuota ke guru-guru dan murid. Itu ternyata tidak sesuai yang dilaporlan," ujarnya.
Defi mendukung PTM, namun dengan melihat zona penyebaran Covid-19 dan regulasi yang jelas, karena kondisi siswa saat ini sudah pada kondisi yang tidak ideal lagi jika terus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Ini sangat miris, murid kami di masa pandemi sudah tidak bisa mengaktualisasikan diri pun tidak mendapatkan pembelajaran. Saya berharap ini bisa di dengar oleh Pak Menteri," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.