Haris Azhar: Tidak Ada Pasal Penghinaan Presiden Saja Sudah Banyak Warga yang Ditangkap
Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar mengkritik rencana pemerintah memasukkan pasal penghinaan presiden di RKUHP.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar mengkritik rencana pemerintah memasukkan pasal penghinaan presiden di RKUHP.
Menurutnya, tanpa ada aturan pasal penghinaan presiden pun, Indonesia sudah banyak kasus warga yang ditangkap karena dinilai menghina presiden.
"Kita tidak ada pasal penghinaan presiden saja sudah banyak (warga) ditangkepin apalagi nanti ada," kata Haris Azhar saat dikonfirmasi, Kamis (10/6/2021).
Baca juga: Mahfud MD Beberkan Sikap Jokowi Soal Pasal Penghinaan Presiden RUU KUHP, Sebut Terserah Legislatif
Ia juga mempersoalkan anggapan bahwa negara berdemokrasi maju banyak memberlakukan pasal penghinaan presiden ini.
Dia bilang negara yang berdemokrasi maju justru tidak pernah menggunakan pasal ini untuk menjerat para penghina presiden
Ia menuturkan ada pula negara-negara yang memiliki aturan ini justru tak berjalan mulus.
Banyak masyarakat yang ditangkap karena dianggap menghina martabat presiden atau raja.
"Pasal-pasal penghinaan terhadap raja seperti di Thailand itu korbannya juga banyak. Nah sekarang tinggal diukur saja demokrasi di Indonesia dan Thailand dari beberapa survei itu kan mirip mirip," ujarnya.
Baca juga: DPR Dukung Pasal Penghinaan Presiden di RKHUP, Demokrat Singgung soal Kasus Kerbau SBY
Lebih lanjut, Haris mengingatkan bahwa pasal penghinaan presiden dan wakil presiden telah dihapus dari KUHP berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022/PUU-IV/2006 pada Desember 2006 lalu.
"Sudah jelas keputusan MK tahun 2006 itu di halaman 61 itu bukan hanya bilang pasal tersebut tidak boleh, tapi yang mirip dengan pasal tersebut juga tidak boleh," ungkapnya.
Atas dasar itu, kata Haris, Indonesia tidak boleh menganut aturan yang berdasarkan warisan dari masa kolonial Belanda.
"Pasal tersebut adalah pasal tentang penghinaan presiden itu jangan lagi digunakan karena itu warisan dari kolonial Belanda, Koloni aja selain sudah pulang dan menjajah lagi, di Belanda itu juga pasal itu sudah tidak digunakan. padahal disana juga ada raja dan juga ratu," tukasnya.
--