Ada Wacana Presiden Tiga Periode, Pengamat: Ide yang Dorong RI Menuju Kemunduran Demokrasi
wacana untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode dengan alasan masa pandemi tidak perlu diperpanjang lagi.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menegaskan wacana untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode dengan alasan masa pandemi tidak perlu diperpanjang lagi.
Menurutnya, tidak perlu ada revisi masa jabatan presiden.
Apalagi Presiden Jokowi sendiri sudah menyatakan tidak setuju dengan masa jabatan presiden tiga periode.
Baca juga: Kritik Wacana Referendum Presiden Tiga Periode, HNW: Itu Juga Inkonstitusional
"Sebaiknya perpanjangan jabatan masa presiden, kemudian penambahan periode, itu tidak perlu lagi dibahaslah. Kita ikut saja apa kata Pak Jokowi, tegak lurus dengan institusi dan tegak lurus dengan peraturan yang ada," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/6/2021).
"Jadi kita nggak perlu lagi merevisi, apalagi dengan alasan pandemi mau diperpanjang masa jabatan presiden, saya rasa nggak perlu," imbuhnya.
Baca juga: Deretan Tokoh yang Menolak Wacana Presiden 3 Periode, Ada Mahfud MD, Anwar Abbas dan Relawan PROJO
Dia juga menegaskan wacana masa jabatan presiden tiga periode itu justru merupakan kemunduran bagi demokrasi dan bukan ide yang akan menyelamatkan negara Indonesia ke depannya.
"Sesungguhnya yang memiliki ide itu bukan sedang menyelamatkan negara, justru sedang mendorong negara ini ke dalam sebuah kemunduran demokrasi dan jurang kehidupan yang tidak lebih baik dari saat ini," jelas Hendri.
Founder lembaga survei KedaiKOPI itu memaparkan pula sejumlah alasan mengapa wacana tersebut tidak perlu lagi dibahas secara mendalam.
Pertama karena Indonesia sendiri menurutnya tak kekurangan sosok pemimpin yang dapat memimpin Indonesia. Dan kedua, Jokowi sendiri sudah menyatakan tidak ingin menambah masa jabatannya.
"Karena dua alasannya. Pertama Indonesia tidak pernah kekurangan pemimpin, kemudian kedua Pak Jokowi sudah membangun Indonesia dengan baik sekali dan kita harus memberikan kesempatan kepada Pak Jokowi menyelesaikan pembangunan yang dia pimpin dengan baik dan bisa dicatat dalam sejarah dengan baik pula," katanya.
Lebih lanjut, Hendri berharap pula agar partai-partai politik tidak ada yang berinisiatif mewujudkan masa jabatan presiden tiga periode tersebut.
"Nah, mudah-mudahan parpol tidak ada yang berinisiatif melaksanakan itu karena itu sangat bertentangan dengan hati nurani rakyat. Selain itu, civil society masyarakat juga harus satu suara untuk maju berdasarkan UU. Sehingga tidak perlu ada penambahan, baik itu masa jabatan presiden maupun keterpilihan periode presiden," tandasnya.
Soroti Pihak Goreng Isu Presiden Jokowi 3 Periode, Waketum MUI: Kasihan Saya dengan Bangsa Ini
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas bicara soal isu 3 periode Presiden Joko Widodo yang dikeluarkan oleh sejumlah pihak.
Terlebih adanya relawan yang kemudian memasangkan Jokowi dengan Prabowo sebagai wakil presidennya pada 2024.
Dirinya mengatakan bahwa hal tersebut sah-sah saja sebab apa yang mereka rencanakan dilindungi Undang-Undang dan konstitusi.
"Kalau organisasi yang mereka dirikan itu bertujuan untuk menjadikan jokowi menjadi presiden bagi masa jabatannya yang ketiga ya sah-sah saja, cuma sudah jelas hal itu pasti akan berbenturan dengan ketentuan yang ada," kata Anwar dalam keterangan yang diterima, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Sudah Sesuai Konstitusi, Fraksi Golkar MPR Dukung Jokowi Tolak Jabatan 3 Periode
Anwar menyebut bahwa mereka harus berjuang untuk mengubah peraturan yang ada.
"Untuk mengubahnya tentu ada jalan yang bisa ditempuh, yaitu harus melalui DPR. Dan kalau DPR bersama pemerintah menyetujuinya dan rakyat menerimanya sehingga peraturan yang baru mengizinkannya, maka mereka tentu akan bisa mendorong Jokowi dan Prabowo untuk menjadi capres dan cawapres tahun 2024 yang akan datang," lanjutnya.
Membayangkan hal itu, Anwar heran mengapa ada orang-orang semacam ini.
"Yang akan membuat saya heran dan terheran-heran tentu dengan para pimpinan partai politik dan anggota-anggotanya, kok mereka seperti tidak tahu sejarah dan tidak mau berkaca dengan sejarah yang ada ? Bukankah sudah ada adagium yang sangat terkenal yaitu: power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely," katanya
Baca juga: Paparan Sejumlah Lembaga Survei: Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Wacana Jokowi Tiga Periode
Jadi kalau hal ini mewujud dan terjadi, Anwar hanya bisa mengurut dada saja.
"Kasihan sekali saya dengan bangsa saya ini penduduknya banyak yang lulusan perguruan tinggi tapi kok pandangannya picik dan dangkal sekali," lanjut Anwar.
'Lalu pertanyaan saya selanjutnya kalau itu terjadi ada apa dengan partai politik yang ada di negeri saya hari ini? Kok sepertinya mereka tidak punya pandangan dan tidak punya visi untuk mengubah negeri ini bagi menjadi lebih baik lagi," tambahnya.
"Padahal, partai politik yang ada sekarang ini di negeri ini memiliki cukup banyak kader yang mumpuni yang bisa diusung dan didorong untuk memimpin negeri ini. Lalu mengapa kok tiba-tiba mereka tidak percaya diri bagi mendorong dan mencalonkan kader-kader mereka sendiri," pungkasnya
Wacana Jokowi 3 Periode, Politikus PAN: Jangan Bikin Kegaduhan
Anggota DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus merasa heran, masih ada upaya pihak tertentu mendorong kembali wacana jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi tiga periode.
Guspardi mempertanyakan apa motif dan untuk kepentingan siapa, yang jelas menurutnya gerakan itu bertolak belakang dengan sikap Jokowi yang jelas menolak maju tiga kali karena bertentangan UUD 1945.
Menurutnya, jika ditelusuri usulan masa jabatan presiden tiga priode pertama kali muncul pada November 2019, seiring dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945.
Baca juga: Suhendra Disebut Lakukan Operasi Senyap untuk Jokowi 3 Periode
"Kala itu Jokowi menyarankan agar MPR membatalkan amendemen UUD 1945 jika usulan liar jabatan presiden 3 priode terus muncul. Secara terpisah, Ketua MPR Bambang Soesatyo pun telah menyatakan, tidak ada pembahasan di internal MPR untuk mengubah Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur soal masa jabatan presiden," kata Guspardi, kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Diketahui, Presiden Jokowi sudah dua kali mengeluarkan pernyataan yang menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode.
"Hal ini jelas menunjukkan bahwa presiden Jokowi taat dan patuh pada konstitusi negara," ujar Guspardi.
Legislator asal Sumatera Barat itupun menegaskan, sikap presiden yang tidak setuju MPR untuk mengamandemen UUD 1945 dan dua kali penolakannya, seharusnya menjadi rujukan semua pihak agar jangan lagi mewacanakan Jokowi 3 periode.
"Saya tidak tahu apa motif mereka dan diklasifikasikan kelompok mana relawan Jokpro 2024 ini. Apakah kelompok ini yang di maksud ingin menampar muka jokowi, mencari muka atau menyeret Jokowi untuk tidak taat pada UUD 1945 atau bisa juga cari panggung dan sensasi," ucapnya.
Anggota Baleg DPR RI ini menambahkan, munculnya relawan JokPro 2024 yang kembali mendorong masa jabatan presiden tiga priode mengkhianati cita-cita Reformasi dan tidak sesuai dengan amanat konstitusi atau UUD 1945.
Selain itu juga menghambat proses suksesi kepemimpinan dan lahirnya pemimpin baru di tingkat nasional.
"Sudahlah dan hentikan saja wacana presiden tiga priode ini, janganlah membuat kegaduhan baru", pungkas Anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Paparan Sejumlah Lembaga Survei: Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Wacana Jokowi Tiga Periode
Wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode dinilai mencederai perjuangan rakyat dalam melakukan reformasi di era Orde Baru.
Isu ini muncul kembali usai sekelompok relawan menyatakan mengusung Jokowi-Prabowo 2024.
Wacana untuk mengusung Jokowi menjadi presiden selama tiga periode juga sempat ramai ketika ada wacana untuk amendemen UUD 1945.
Baca juga: HNW: Ngotot Majukan Capres Tiga Periode, Tindakan Inkonstitusional
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan hasil reformasi jelas membatasi kekuasaan.
Sehingga seorang presiden menjabat dibatasi dua periode.
Pihak yang menginginkan Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto maju di Pemilihan Presiden 2024 dinilai tidak mengerti arti demokrasi.
Ujang berujar masyarakat masih bisa menahan diri dalam kebijakan-kebijakan kontroversial dari pihak eksekutif dan legislatif.
Misalnya, penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Omnibuslaw
"Kalau persoalan tiga periode tidak yakin bisa menahan. Bisa chaos di situ. Ini akan mendapatkan perlawanan dari rakyat," ujar Ujang kepada Tribun Network, Senin (21/6).
Baca juga: Brimob Gadungan Tipu Sejumlah Janda Desa Cikembar Sukabumi dan Ciampea Bogor, Begini Aksinya
Namun, ucap Ujang, memang ada celah untuk mengubah Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
"Bisa saja. Elit-elit politik ditekan untuk mengubah. Bisa tapi itu kehendak elit, bukan kehendak rakyat. Itu bertentangan sekali," tutur Ujang.
Diharapkan hal itu tidak terjadi. Karena dapat membuat masyarakat pecah lantaran melakukan penolakan.
Menurut Ujang, Indonesia tidak kekurangan tokoh-tokoh hebat untuk mengisi kursi nomor satu di Nusantara.
"Tidak kekurangan tokoh hebat. Justru bangsa ini terpecah kemarin karena mereka berdua. Kita taat pada konstitusi, sehingga pergantian 2024 berjalan mulus. Apapun alasannya," ucapnya.
Baca juga: Wacana Jokowi 3 Periode, Demokrat: SBY Dulu Terhindar dari Jebakan Kekuasaan
Sementara survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru, mayoritas warga Indonesia menganggap ketetapan bahwa presiden hanya bisa menjabat dua periode seperti yang termuat dalam UUD 1945 harus dipertahankan.
"Sekitar 74% warga menghendaki agar ketetapan tentang masa jabatan presiden hanya dua kali harus dipertahankan. Yang ingin masa jabatan Presiden diubah hanya 13%, dan yang tidak punya sikap 13%," kata Direktur Komunikasi SMRC, Ade Armando.
Survei Parameter Politik Indonesia juga melakukan survei mengenai wacana presiden tiga periode.
Hasilnya, masyarakat tidak setuju dengan wacana itu.
Direktur Eksekutif PPI Adi Prayitno mengungkap bahwa mayoritas masyarakat juga mengetahui mengenai wacana presiden tiga periode ini.
"Sebanyak 52,7% tidak setuju, yang setuju hanya 27,8%, dan selebihnya 19,5% tidak menjawab. Artinya, masyarakat tidak setuju jika jabatan presiden diubah menjadi tiga periode," ujar Adi.
Baca juga: Viral, Burung Dara Balap Tertabrak, Pemilik Minta Ganti Rugi Rp 2,5 Juta
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya saat memaparkan temuannya soal masa jabatan presiden tiga periode.
Hasilnya, mayoritas masyarakat tidak setuju.
“61,1% responden menjawab tidak setuju, 13,9% setuju, dan 24,8% tidak tahu,” ujar Yunarto.
Para Relawan Menolak Jokowi Tiga Periode
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasonal Jokowi, Dedy Mawardi mengatakan aspirasi Jokowi tiga periode, lebih baik dihentikan karena melanggar konstitusi.
"Sebagai bentuk aspirasi ya sah-sah saja tapi jika aspirasi itu melanggar konstitusi, sebaiknya di hentikan. Karena bisa merusak bahkan menjerumuskan Presiden Joko Widodo," ujar Dedy.
Dedy menegaskan bahwa Presiden Jokowi juga pun telah berkali-kali menolak masa jabat presiden menjadi 3 periode.
Menurutnya wacana tersebut malah bisa menjerumuskan Presiden Jokowi.
Baca juga: Satroni Rumah Dinas Kepala Sekolah, Seorang Ayah di Sekadau Ambil 4 Tablet untuk Anaknya
Di sisi lain, Dedy menegaskan bahwa Seknas Jokowi tidak terlibat dalam pembentukan komunitas relawan JokPro 2024.
"Seknas Jokowi tidak terlibat dalam pembentukan organ relawan JokPro," ujarnya.
Sementara Ketua Umum DPP PROJO Budi Arie Setiadi menegaskan pihaknya menghormati aspirasi dari komunitas Jokpro tersebut.
"Itu pertanda bahwa kinerja Pemerintahan Jokowi sangat nyata dan memperoleh apresiasi dari rakyat," ujar Budi.
Namun, Budi Arie mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia menetapkan masa jabatan presiden hanya untuk dua periode atau 10 tahun saja.
Jokowi sendiri disebut Budi Arie telah menyampaikan keinginannya hanya 2 periode.
PROJO menegaskan tidak akan mendukung wacana masa jabat presiden tiga periode.
"Jadi kami dari PROJO mendukung penuh keinginan Presiden Jokowi untuk hanya 2 periode saja," ucapnya.
Baca juga: Pamit Menembak Burung di Hutan Parit Timur Ambarawa, Sudah 6 Hari Yusri Belum Ditemukan
Wacana Jokowi tiga periode didengungkan oleh Penasehat Komunitas Jokowi - Prabowo 2024 alias JokPro 2024, M. Qodari, mengatakan bahwa komunitasnya akan mendorong agar Presiden Joko Widodo bisa kembali maju di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Untuk mencapai ini, Qodari mengatakan akan mendorong agar konstitusi dapat diamandemen.
HNW: Ngotot Majukan Capres Tiga Periode, Tindakan Inkonstitusional
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid menilai, pihak-pihak yang ngotot memajukan seseorang menjadi calon presiden hingga periode ke III merupakan tindakan inkonstitusional.
Pendapat ini disampaikan Hidayat, merespon keinginan segelintir orang yang hendak meresmikan Sekretariat Nasional (Seknas) untuk memajukan Jokowi menjadi Calon Presiden tiga periode. Peresmikan Seknas untuk memajukan Jokowi menjadi Calon Presiden tiga periode, adalah perilaku inkonstitusional karena bertentangan dengan spirit dan teks konstitusi UUD NRI 1945 yang berlaku di Indonesia saat ini.
HNW sapaan akrab Hidayat menjelaskan bahwa Pasal 7 UUD NRI 1945 yang masih berlaku saat ini secara tegas mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun, dan hanya boleh dipilih kembali untuk jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
“Artinya, masa jabatan Presiden hanya dua periode saja. Jadi, kalau ada yang ngotot mencalonkan kembali seseorang seperti Presiden Joko Widodo yang sudah menjabat dua periode, itu tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Karenanya manuver seperi itu bisa dinilai inkonstitusional,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu(20/6).
Lebih lanjut, HNW mengatakan peresmian Seknas yang mengusung Joko Widodo menjadi Capres untuk periode ketiga bisa diartikan mendorong Presiden Jokowi untuk mengabaikan ketentuan konstitusi dan melaksanakan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh konstitusi.
Bila demikian maka akan memposisikan Presiden Jokowi berhadapan dengan konsistensi atas pernyataannya sendiri yang tegas dan berulang kali disampaikan bahwa dirinya tidak setuju, tidak mau dan tidak minat dengan wacana tiga periode masa jabatan presiden.
“Bahkan, terkait wacana tiga periode masa jabatan itu, Presiden Jokowi secara tegas menyebutkan bahwa dirinya menolak. Jokowi juga menyampaikan pihak-pihak yang mengusulkan presiden tiga periode sebagai kelompok yang hanya mencari muka, atau bahkan menjerumuskan dan menampar muka dirinya. Yang demikian itu karena Presiden Jokowi menyadari bahwa dirinya produk Reformasi yang memberlakukan UUD dengan pembatasan masa jabatan Presiden. Selain tentu Beliau juga tahu bahwa sesuai UUDNRI 1945 (Pasal 6A ayat 2) yang mengajukan calon Presiden bukan SekNas atau survey, tapi Partai Politik. Padahal, tidak ada satu Parpol pun yang mengusulkan perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, bahkan PDIP melalui Ketumnya maupun Waket MPR dari PDIP, tegas menyampaikan sikap tidak setuju perubahan pasal 7 UUDNRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden,” tuturnya.
Maka, menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini semestinya semua pihak legowo dan mendukung penguatan praktek demokrasi, dengan menaati aturan konstitusi yang berlaku. Antara lain soal masa jabatan Presiden hanya dua periode saja.
Karena itu menurut HNW tidak perlu ada manuver untuk hal yang sudah dikoreksi oleh konstitusi seperti soal masa jabatan presiden.
Apalagi sampai menghimpun relawan pendukung manuver yang tak sesuai dengan konstitusi. Untuk menegaskan penolakannya pada perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode, kata HNW sebaiknya Presiden Jokowi melarang manuver-manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu. Dan kembali menegaskan komitmennya tegak lurus pada aturan konsititusi yang membatasi masa jabatan Presiden dua periode saja.
“Kalau mereka tetap ngotot dengan manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu, dan tetap dibiarkan juga, maka berarti mereka dibiarkan menampar muka Presiden dan menjerumuskan Presiden, sebagaimana sebelumnya sudah diingatkan oleh Presiden Jokowi. Sesuatu hal yang harusnya dicegah dan tidak boleh dilakukan. Agar berkonstitusi dan berdemokrasi di Indonesia tetap terjaga marwah, manfaat, kwalitas dan martabat,” pungkasnya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.