Prof. Wiku: Dahulukan Pasien COVID-19 Gejala Berat dan Sedang Dirawat di Rumah Sakit
Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat bertanggung jawab menyediakan fasilitas isolasi terpusat.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Tren peningkatan kasus COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir juga meningkatkan keterisian tempat tidur rumah sakit di berbagai daerah.
Karena itu, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengungkapkan perlunya manajemen yang baik terkait distribusi pasien COVID-19 yang tepat berdasarkan gejala sehingga keterisian tempat tidur di rumah sakit dapat terkendali.
“Tidak semua pasien COVID-19 harus ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjut. Pasien dengan gejala berat dan sedang yang berhak didahulukan untuk mendapatkan penanganan, baik isolasi maupun perawatan intensif di rumah sakit," ungkap Wiku.
Menurut data global dari WHO, mayoritas pasien COVID-19 di dunia bergejala ringan hingga sedang dengan persentase sama, masing-masing 40 persen.
Karena itu, kesuksesan dalam manajemen pelayanan kesehatan yang baik ini bukan hanya terkait dengan masalah operasional rumah sakit. Namun juga terkait dengan peran besar masyarakat serta fasilitas kesehatan di tingkat komunitas.
Lebih lanjut, Satgas menjelaskan sebaiknya isolasi dilakukan terpusat di lokasi-lokasi yang layak agar pelaksanaannya terpantau dengan baik. Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat bertanggung jawab menyediakan fasilitas isolasi terpusat.
Fasilitas yang disediakan pun harus layak dan menarik minat masyarakat memanfaatkan fasilitas yang disediakan.
Satgas memahami kemampuan setiap daerah yang berbeda. Karena itu, masyarakat yang masih kekurangan fasilitas isolasi terpusat dapat ikut serta membantu upaya pengendalian COVID-19 secara berjenjang dengan berinisiatif melakukan isolasi mandiri baik di rumah, tempat kos, hotel, atau apartemen.
“Pemerintah mendukung upaya ini dengan catatan masyarakat berkomitmen menjalankan
prosedur isolasi mandiri dengan baik di bawah pengawasan puskesmas yang merupakan bagian dari posko,” ujar Wiku.
Satgas kembali menekankan bahwa isolasi mandiri berbeda dengan karantina mandiri. Karantina dilakukan oleh mereka yang sehat atau tidak memiliki gejala namun memiliki kontak erat dengan kasus positif atau baru saja melakukan aktivitas berisiko tinggi. Sedangkan isolasi harus dilakukan mereka yang sudah jelas menunjukkan gejala serupa COVID-19 maupun orang positif COVID-19 berdasarkan hasil diagnostik.
Bagi masyarakat yang memutuskan melakukan isolasi mandiri maka harus melakukan persiapan dan mengikuti prosedur sesuai dengan pedoman yang dianjurkan seperti yang telah berstandar nasional dan mengacu kepada WHO. Ada beberapa hal yang harus dilakukan mereka yang positif selama isolasi mandiri seperti istirahat cukup, konsumsi multivitamin, dan berolahraga.
Selain itu, untuk meminimalisir penularan kepada anggota keluarga lain, pastikan terdapat ruangan terpisah antara individu yang melakukan isolasi dengan penghuni lainnya sehingga dapat mengurangi peluang penularan. Penting juga segera menghubungi tenaga kesehatan jika terjadi gejala memburuk.
Terakhir, Satgas mengingatkan agar masyarakat tidak panik dan tidak buru-buru ke rumah sakit bila mendapati hasil tes PCR yang mereka lakukan positif. Maksimalkan dahulu sumber daya masyarakat dengan upaya preventif optimal melalui posko.
“Bila rasio tenaga kesehatan untuk mengawasi jumlah masyarakat yang melakukan isolasi mandiri secara terpusat belum mencukupi, maka relawan kesehatan harus ditambah untuk memastikan pelayanan yang prima. Tindakan bijak kolektif ini dapat membantu mengurangi beban fasilitas kesehatan sekaligus tenaga kesehatan yang senantiasa mencurahkan tenaganya untuk menyelamatkan banyak nyawa,” ujar Wiku.