BEM UI Dipanggil Rektorat, Fahri Hamzah Singgung Zaman Orba: Kampus Harus jadi Sumber Kebebasan
Rektorat panggil BEM UI soal postingan kritik Jokowi The King of Lip Service, Fahri Hamzah Singgung Zaman Orba: Kampus Harus jadi Sumber Kebebasan.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Rektorat Universitas Indonesia (UI) memanggil sejumlah mahasiswanya, sebagai buntut dari postingan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'The King of Lip Service'.
Panggilan tersebut dituangkan dalam surat undang yang beredar, bersifat penting dan segera.
Ada 10 nama yang diminta hadir di Ruang Rapat Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan) UI, Minggu (27/6/2021) pukul pukul 15.00 WIB.
Sejumlah orang yang dipanggil tersebut, yakni Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, Wakil Ketua BEM UI, Yogie Sani, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI, Ginanjar Ariyasuta, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI, Oktivani Budi, Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Christopher Christian.
Lalu, lima orang lainnya adalah Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI, Syahrul Badri, dan wakilnya, Achmad Fathan Mubina, Ketua DPM UI, Yosia Setiadi, dan dua wakilnya, Muffaza Raffiky serta Abdurrosyid.
Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi sebagai The King of Lip Service, Pengamat: Padahal Substansi Kritiknya Biasa
Pemanggilan rektorat kepada mahasiswa BEM UI ini pun mendapat tanggapan dari Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.
Politisi Partai Gelora itu menyinggung soal penyampaian kritikan di zaman Order Baru (Orba).
Ia menceritakan, dulu dirinya dan kawan-kawannya sempat mengkritik UI.
Hampir sama dengan nasib BEM UI, Fahri Hamzah kala itu juga dipanggil pihak rektorat.
"Tahun 1994 aku dan teman2 mahasiswa wartawan koran kampus #WartaUI menulis headline “Kritik Pembangunan Rektorat UI yg Mega. Kami dipanggil dan Koran kami dibredel di era Orba," ucap Fahri, dikutip dari akun Twitternya, @Fahrihamzah, Minggu (27/6/2021).
Baca juga: BEM UI Juluki Jokowi The King of Lip Service, Gerindra Tak Setuju, PPP: Kritik Itu Harus Akurat
Menurut Fahri, sikap rektorat memanggil sejumlah mahasiwa itu layaknya situasi zaman Orba, yang anti-kritik.
"Tahun 1998 Orba tumbang. Rupanya mental orba pindah ke Rektorat UI mengancam mahasiswa. Malu ah!," lanjutnya.
Dia menuturkan, kelemahan zaman Orba adalah kekuasaan absolutnya.
Ia pun berharap, jangan sampai pihak rektorat meniru pemerintahan zaman orba.
"Semua kekuasaan absolut itu berbahaya. Bahkan dalam lembaga agama pun berbahaya."
Baca juga: Isi Surat dan Nama Pengurus BEM UI yang Dipanggil Rektorat karena Kritik Jokowi King of Lip Service
"Maka agama menyadari kelemahan mental manusia ini. Maka manusia dibatasi. Bahkan nabi dibatasi."
"Jadi kelemahan Orba adalah absolutisme. Itu jangan ditiru apalagi dipuji. Jangan salah baca!," lanjutnya.
Fahri menuturkan, kampus harus menjadi sumber kebebasan mahasiswanya.
Dikatakannya, meski di situasi pandemi Covid-19 yang membelenggu, seseorang boleh berfikir secara bebas.
Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi King of Lip Service, Ini Respons Istana
Lanjut Fahri, kampus merupakan tempat tumbuhnya bibit generasi pemimpin.
"Semoga tindakan Rektorat UI tidak benar. Kampus harus menjadi sumber kebebasan. Masa depan kita adalah kebebasan."
"Meski pandemi membelenggu fisik kita tapi jiwa dan pikiran harus merdeka."
"Kampus adalah persemaian generasi kepemimpinan yang harus terlepas dari pengangkangan!," jelas Fahri.
Kata Pihak Kampus
Sementara itu, pihak kampus, Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, angkat suara terkait pemanggilan kepada beberapa mahasiswa BEM UI sebagai buntut dari postingan kritik.
Ia menjelaskan postingan tersebut diunggah BEM UI sekitar pukul 18.00 WIB.
Menurut pihaknya, apa yang dilakukan BEM UI ini adalah bentuk kritis dari mahasiswa yang termasuk dalam kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi.
Namun demikian, pihaknya berharap tidak ada aturan yang dilanggar dari postingan tersebut.
“Yang kita harapkan ketika menyampaikan hal tersebut tidak melanggar peraturan, tidak ada koridor hukum yang dilanggar. "
"Tapi saat mereka posting ini, kami lihat yang mereka sampaikan lewat meme ini bisa menimbulkan pelanggaran dalam beberapa hal,” kata Amelita dihubungi Tribun Jakarta, Minggu (27/6/2021).
“Itu lah yang jadi pertimbangan UI dalam hal ini memanggil mereka dari Direktorat Kemahasiswaan untuk bertemu tadi sore, dan dihadiri sesuai dengan yang ada di undangan,” timpalnya lagi.
Amelita menuturkan, dirinya belum menerima hasil dari pertemuan tersebut.
Baca juga: BEM UI Juluki Jokowi King of Lip Service, Pengamat: 1 Tindakan Lebih Berharga dari 1000 Janji
“Saya sendiri belum dapat keputusan dari hasil pertemuan tadi sore. Di dalam undangan kan jam pertemuan 15.00 WIB, tapi kayaknya gak jam 15.00 WIB persis deh,” jelasnya.
“Makanya saya nanti mau konfirmasi ke pihak Ditmawa, apa hasil pertemuan tadi. Pertemuan tadi kan untuk meminta penjelasan dari Leon dan kawan-kawan,” kata dia.
Postingan BEM UI
Nama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) tengah menjadi sorotan di media sosial, karena kritikannya.
Mereka menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai The King of Lip Service lewat postingan akun Twitter, @BEMUI_Official, Sabtu (26/5/2021).
Organisasi mahasiswa ini menyebut Jokowi kerap mengumbar-umbar janji.
Yang pada akhirnya, menurut BEM UI, tak ditepati Jokowi sendiri.
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras."
"Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," tulis akun tersebut, dikutip Tribunnews dari Twitter @BEMUI_Official, Sabtu (26/6/2021).
BEM UI bahkan menyinggung soal Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga polemik Tes Wawasan Kebangsaan sebagai upaya pelemahan lembaga anti rasuah itu.
Baca berita seputar BEM UI dan Kinerja Jokowi lainnya
(Tribunnews.com/Shella Latifa)(Tribun Jakarta/ Dwi Putra Kesuma)