Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Hukum Pidana Sebut Permohonan JC Eks Pejabat Kemensos Timbulkan Konflik Kepentingan

Hal ini lantaran Matheus Joko merupakan terdakwa dan juga saksi mahkota dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ahli Hukum Pidana Sebut Permohonan JC Eks Pejabat Kemensos Timbulkan Konflik Kepentingan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Tersangka Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso dan pihak swasta, Harry Sidabukke mengikuti rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di Gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021). KPK menggelar rekonstruksi yang menghadirkan ketiga tersangka yakni Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso serta pihak swasta, Harry Sidabukke guna mengumpulkan bukti-bukti pendukung terkait dugaan korupsi bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno, menilai permohonan Justice Collaborator (JC) mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Hal ini lantaran Matheus Joko merupakan terdakwa dan juga saksi mahkota dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19.




"Kalau saksi mahkota itu, karena melihat adanya konflik kepentingan antara yang bersangkutan memerankan sebagai saksi, itu bertentangan dengan kepentingan dia saat mememarankan sebagai terdakwa. Ini harus dicermati betul, dalam KUHAP sepertinya dilarang," ucap Basuki saat menjadi saksi ahli dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/6/2021).

Baca juga: Respons Juliari Batubara soal Pengajuan JC Terdakwa Bansos Matheus Joko Santoso

"Sebetulnya dalam KUHAP, kalau ada orang melakukan perbuatan pidana, mestinya harus digabung, bukan dipecah. Kalau dipecah efeknya akan jadi saksi mahkota, kita bicara umumnya aja kalau seorang terdakwa, kalau jadi skasi, nalurinya akan mengamankan dirinya sendiri," imbuhnya.

Ia meminta majelis hakim bisa secara teliti memperhatikan kesaksian dalam setiap proses persidangan.

Tidak bisa sembarang memberikan JC, terlebih kepada terdakwa.

BERITA TERKAIT

"Harus benar-benar memperhatikan, keterangan yang benar-benar dalam poisisinya dia sebagai saksi dan terdakwa," kata Basuki.

Baca juga: Politikus PDIP Ihsan Yunus Mengaku Pernah Bertemu Eks Mensos Juliari Batubara, Ini yang Dibahas

Sementara itu, pengacara eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail, menyatakan JC itu hanya bisa diberikan kepada oarng yang bukan merupakan pelaku utama.

Kedudukan sebagai JC yang diminta oleh Matheus Joko Santoso karena adanya keterangan membongkar pelaku lain dalam tindak pidana dan imbalan yang dia peroleh adalah janji keringanan hukuman.

"Pemberian status ini akan merusak sistem tawar-menawar yang disyaratkan oleh kedudukan JC. Tidak akan ada kasus ini, kalau tidak ada tangkap tangan terhadap MJS," ujar Maqdir.

Maqdir mengutarakan, JC yang dijual dengan harga kesaksian, seharusnya dianggap sebagai jual beli kesaksian.

Baca juga: Jaksa Rencana Hadirkan 11 Saksi di Sidang Lanjutan Eks Mensos Juliari Batubara

Sehingga nilai dari kesaksian sudah tidak objektif lagi, karena Matheus Joko Santoso memberikan kesaksian hanya dengan iming-iming bayaran berupa status JC.

Malah dia menegaskan, bahwa status JC hanya bisa diberikan kepada orang yang bukan merupakan pelaku utama.

Sebab kuat dugaan dalam kasus bansos ini justru Matheus Joko yang menjadi pelaku utama.

"KPK memberikan status JC bukan untuk tujuan mengungkapkan kebenaran materiil, tetapi untuk mendapatkan bayaran dari Matheus Joko Santoso berupa kesaksian. Dengan demikian, maka Ketika status sebagi JC disematkan kepada Matheus Joko Santoso, maka tindakan ini melanggar hukum," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas