Jokowi Disebut Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan, Ini Tanggapan BEM KM UGM
Lebih jauh daripada itu, Farhan menyebut poster semacam ini juga adalah bentuk keputusasaan dari elemen mahasiswa.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritik yang dilontarkan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menyebut 'The King of Lip Service' jadi perbincangan masyarakat.
Terkini, Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) juga melakukan hal yang sama.
Dalam cuitan di akun Twitter @UGMBergerak, Aliansi Mahasiswa UGM turut menyindir Presiden Jokowi.
"Selamat kepada presiden Republik Indonesia @jokowi atas pencapaian dan prestasinya sehingga dapat meraih dua gelar terbaik yang diberikan oleh kami, mahasiswa. Indonesia Maju! [Berani, Kritis, Bergerak] #AliansiMahasiswaUGM" cuit akun @UGMBergerak, seperti dikutip Tribunnews.com, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: Pengamat Komunikasi: Seharusnya Jokowi Berterima Kasih kepada BEM UI
Bersama cuitan itu juga diunggah poster bergambar Jokowi. Poster itu bertuliskan 'Aliansi Mahasiswa UGM mengucapkan selamat kepada Ir. H. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia sebagai Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan'.
Terkait cuitan dan poster tersebut, Presiden Mahasiswa BEM KM UGM Farhan mengatakan memang ada keresahan mahasiswa terkait perilaku dari Presiden RI saat ini.
"Sudah tersampaikan dalam poster tersebut, artinya memang ada anggapan dan keresahan sebagai mahasiswa terkait perilaku dari Presiden RI saat ini. Dimana antara ucapan dengan realita terdapat kontradiksi dan dapat ditemui di berbagai kesempatan," ujar Farhan, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (29/6/2021).
Lebih jauh daripada itu, Farhan menyebut poster semacam ini juga adalah bentuk keputusasaan dari elemen mahasiswa.
"Terutama melihat banyaknya rekomendasi dan kajian yang sudah disampaikan, namun ternyata tidak digubris dan cenderung dinegasikan demi kepentingan-kepentingan yang lebih besar," jelasnya.
Dia menilai hal ini sepertinya menjadi bentuk framing yang ingin dilakukan oleh pemerintah itu sendiri.
"Bila peluru serangan kepada personal tidak ingin terjadi, maka sebaiknya sedari awal buka komunikasi dan berikan rasionalisasi dari setiap kebijakan kepada publik, sehingga masyarakat dapat paham dan segan untuk mengkritik pemimpinnya sendiri," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.