Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jelang 15 Tahun UU Adminduk, Perlukah Diubah?

Pokja Identitas Hukum telah berhasil merumuskan naskah akademik dan RUU Adminduk versi masyarakat sipil, yang saat ini masih terus disempurnakan

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Jelang 15 Tahun UU Adminduk, Perlukah Diubah?
ist
Warga mendapatkan pelayanan dokumen kependudukan langsung dari Dinas Dukcapil yang bekerjasama dengan Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) organisasi kemasyarakatan yang dipimpin Rikard Bagun dari Kompas Gramedia. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) akan memasuki usianya yang ke-15 tahun pada Agustus mendatang. Apakah UU Adminduk perlu direvisi?

Puskapa Universitas Indonesia (UI), M Jaedi menilai ada tiga alasan mengapa diperlukan Revisi UU Adminduk.

“Ada tiga alasan mengapa diperlukan UU Adminduk yang baru,” ujar koordinator Kelompok Kerja atau Pokja Identitas Hukum dalam  diskusi daring diadakan yang mengangkat topik “Menuju 15 Tahun UU Adminduk: Era Disrupsi, dan Tantangan Perubahan, seperti dikutip Tribunnews.com dari keterangan tertulisnya, Rabu (30/6/2021).

Acara ini diselenggarakan oleh Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI), menghadirkan M. Jaedi selaku koordinator Kelompok Kerja atau Pokja Identitas Hukum dan Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, (PSHK Indonesia) Fajri Nursyamsi.

Pertama adalah alasan filosofis, yaitu adminduk tidak lagi sekadar prosedur administrasi semata, tetapi merupakan bentuk pemenuhan hak asasi manusia (HAM).

Kedua, secara sosiologis masih terdapat kelompok masyarakat yang belum dapat mengakses layanan karena terkendala peraturan dan ketentuan. Terakhir, alasan yuridis, yaitu adanya berbagai kebijakan dan inovasi yang membutuhkan perumusan dalam UU.

Baca juga: 3.480 Lembaga Sudah Kerja Sama dengan Dukcapil Terkait Akses Data Kependudukan

BERITA REKOMENDASI

Koordinator Pokja Identitas Hukum ini juga menyampaikan bahwa Pokja Identitas Hukum telah berhasil merumuskan naskah akademik dan RUU Adminduk versi masyarakat sipil, yang saat ini masih terus disempurnakan termasuk melalui kegiatan diskusi terarah semacam ini.

 “Pokja telah menyampaikan juga pada 14 Januari lalu kepada Dirjen Dukcapil, bahwa karena demikian banyak perubahan yang diusulkan maka bukan perubahan undang-undang, tapi kita perlu UU baru,” tegasnya.

Fajri Nursyamsi sebagai praktisi hukum banyak memberikan pandangan terkait aspek hukum, di mana suatu perubahan UU dimungkinkan, jika pertama, terdapat ketentuan-ketentuan yang sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.

Kedua, dalam konsiderans harus ditemukan alasan atau pertimbangan mengapa peraturan yang lama memerlukan perubahan.  Dan ketiga, jika suatu peraturan perundangan sudah diubah berulang kali maka sebaiknya dicabut dan diganti yang baru. Dan keempat, apabila pembuat peraturan perundang-undangan berniat mengubah secara besar-besaran maka demi kepentingan pemakai peraturan perundangan tersebut dipandang lebih baik dibentuk peraturan perundang-undangan yang baru.

Secara esensial menurut pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera ini terdapat tiga perubahan yaitu, pertama, cara pandang terhadap administrasi kependudukan dari prosedural menjadi jaminan HAM. 


Kedua sasaran, yang semula dalam bentuk penyeragaman menjadi lebih sensitif terhadap kebutuhan kelompok rentan. Dan ketiga adalah prinsip pelayanan, dari stelsel aktif penduduk ke stelsel aktif pemerintah atau pemerintah daerah.

Baca juga: Ketika Pejabat Bappenas Juga Alami Masalah Pencatatan Sipil dan Adminitrasi Kependudukan

Penanggap pada diskusi yang dimoderatori Peneliti IKI, Eddy Setiawan, adalah Widodo dan Rifma Ghulam, yakni dua orang tenaga ahli dari Badan Legislasi DPR RI.

Kegiatan diskusi berjalan sangat dinamis dengan spektrum isu yang luas karena para peserta memiliki latar belakang pendampingan yang beragam seperti perkawinan campuran, perempuan kepala keluarga, masyarakat adat, masyarakat marjinal, dan lain sebagainya.

Bahkan muncul wacana terkait keberadaan Kantor Urusan Agama dan kaitannya dengan kantor pencatatan sipil serta aplikasi berbagai kementerian dan lembaga yang sesungguhnya akan sangat efektif dalam membangun statistik hayati untuk pembangunan yang lebih terarah dan terukur.

Forum juga menyoroti tidak masuknya RUU Perubahan mengenai Adminduk ini dalam daftar prolegnas yang ditetapkan oleh Baleg tahun 2021.

Forum mengharapkan ada ikhtiar secara sistematis dan bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan agar usulan perubahan UU Adminduk bias dimasukkan dalam daftar prolegnas tahun 2022 mendatang.

Ketua II IKI, Saifullah Mashum menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya diskusi, dan berharap adanya pembagian tugas diantara berbagai organisasi untuk mengefektifkan langkah-langkah advokasi ke depan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas