VIRAL Video Warga Borong Susu Beruang, Disebut Panic Buying, Begini Kata Sosiolog
Viral di media sosial, video warga memborong susu beruang, disebut panic buying, begini penjelasan dari pakar sosiologi.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Beredar video warga berbondong-bondong memborong susu kaleng beruang di suatu supermarket.
Fenomena tersebut menarik perhatian jagat media sosial dengan tingkah warga yang nampak saling merebutkan susu kaleng itu.
Banyak akun media sosial mengunggah video peristiwa ini, salah satunya Instagram, @abouttngid, Sabtu (3/7/2021).
Dalam video tersebut, masyarakat bukan hanya beli satu buah saja, melainkan sampai memborong satu pack lebih.
Sampai artikel ini terbit, video itu telah ditonton lebih dari 27 ribu kali.
Baca juga: Nasib Emak-emak yang Viral Komentari Prokes Restoran di Padang: Diamankan Polisi, Ngakunya Iseng
Kejadian masyarakat memborong susu kaleng ini disebut-sebut sebagai fenomena panic buying.
Bahkan, hal itu membuat stok susu kaleng beruang ini mulai susah ditemukan di pasar, hingga gerai-gerai minimarket.
Menanggapi fenomena ini, sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menjelaskan apa yang disebut panic buying.
Menurutnya, panic buying muncul karena seseorang meniru tindakan orang lain dalam jumlah banyak, atau demonstration effect.
Baca juga: Polisi Tangkap Emak-emak yang Videonya Viral Tak Takut Corona dan Sebut Pemerintah Zalim
"Melakukan sesuatu karena melihat orang lain melakukan dalam jumlah banyak."
"(Ibarat) saya tidak punya alasan yang sangat penting terhadap kebutuhan barang itu."
"Tapi karena orang lain melakukannya, jadi saya merasa juga harus ikut membeli," jelas Drajat ketika dihubungi Tribunnews, Senin (5/7/2021).
Panic buying juga dapat terjadi karena kepanikan masyarakat melihat ada sistem yang tidak berjalan normal.
Baca juga: VIRAL Pemuda Tak Bisa Lihat Langsung Pemakaman Ibu, Harus Video Call karena Sedang Isolasi Mandiri
"Susu ini atau produk lain, seperti obat cacing, itu terjadi karena sistem pendukung kesehatan sudah tidak mampu berjalan lagi dengan normal (gagal)."
"Masyarakat melihar RS penuh, RS hanya akan menerima ketika seseorang sudah sakit parah."
"Untuk mengatasi kegagalan sistem itu, seseorang harus membuar jaring pengaman saya sendiri," katanya.
Informasi Negatif
Selain itu, kata Drajat, panic buying timbul karena beredar informasi negatif di tengah masyarakat.
Dimana, tindakan memborong dalam waktu pendek itu akan menyebabkan barang menjadi langka.
Sehingga, antara permintaan dengan pasokan tidak seimbang.
"Informasi negatif dalam arti bukan kejelekan, tapi yang memprovokasi ini muncul."
"Dengan (informasi) susu, obat cacing, vitamin maka kemudian (membuat) orang bergegas membeli itu," terangnya.
Baca juga: Heboh Istri Menangis karena Suami Tewas Diserang Perampok, Kini Viral Video Istri Diamankan Polisi
Ia mengatakan, Informasi negatif itu nanti akan memunculkan konsumsi seseorang secara simbolik saja.
Artinya, seseorang membeli bukan karena produknya, tetapi karena simbol keyakinan.
"Orang membeli bukan karena barangnya, tetapi karena simbolnya,"
"Apakah itu obat yang paling manjur atau cepat diakses," tutur Drajat.
Kepanikan masyarakat terhadap barang ini bisa tidak muncul, jika pembeli dapat menyeleksi informasi.
Untuk mengantisipasi hal itu, Drajat menjelaskan perlu ahi terkait untuk menyeimbangkan informasi yang beredar.
Misalnya, informasi negatif soal susu beruang, dapat ditangkal dengan keterangan dari ahli gizi atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Kalau ada infromasi yang melawan, itu akan diserap masyarakat sebagai pertimbangan rasional."
Baca berita viral lainnya
(Tribunnews.com/Shella Latifa)