Pola Rotasi Antarmatra Dinilai Lebih Baik Dalam Proses Pergantian Panglima TNI
Al Araf mengatakan Undang-Undang TNI sebenarnya cukup jelas menyiratkan proses pergantian Panglima TNI perlu dilakukan secara rotasi meski mandatnya
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait wacana pergantian Panglima TNI, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menilai secara normatif pola rotasi antarmatra lebih baik digunakan dalam proses pergantian Panglima TNI ketimbang pendekatan lainnya.
Al Araf mengatakan Undang-Undang TNI sebenarnya cukup jelas menyiratkan proses pergantian Panglima TNI perlu dilakukan secara rotasi meski mandatnya tidak mewajibkan.
Mengingat di TNI ada tiga angkatan, kata dia, proses rotasi penting untuk membangun kesetaraan dan kesehatan organisasi agar tidak terjadi kecemburuan antar angkatan.
Kecemburuan-kecemburuan antar angkatan, kata dia, tentu akan berdampak pada konsolidasi dan soliditas organisasi TNI itu sendiri.
Meski ia yakin ketika presiden sudah menentukan, TNI dari tiga angkatan akan tunduk pada pilihan presiden, namun kata dia, di sisi lain juga akan ada rasa kecemburuan yang akan mengganggu solidaritas di internal TNI.
Hal tersebut disampaikan Al Araf dalam Diskusi Publik bertajuk "Menakar Kandidat Panglima TNI: Peluang, Hambatan, dan Tantangan Militer Indonesia" yang disiarkan di kanal Youtube Historia HMI pada Rabu (7/7/2021).
Baca juga: KSAD Terkendala Pensiun Meski Calon Matra Darat Berpeluang Jabat Panglima TNI
"Jadi demi keadilan dan proses yang baik dalam proses rotasi itu memang menjadi penting untuk Presiden memperhatikan, menimbang proses pergantian panglima TNI itu perlu berdasarkan pada proses rotasi," kata Al Araf.
Kalau berdasarkan proses rotasi, kata dia, pilihan akan otomatis jatuh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono.
Hal itu karena sebelum Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang sekarang menjabat, jabatan Panglima TNI diisi oleh matra darat sebanyak dua kali yakni pada saat itu Jenderal TNI Moeldoko dan setelahnya yaitu Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
"Kalau kemudian tidak bergeser ke AL, saya melihat kecenderungannya nanti, waduh terlalu lama itu menunggu untuk AL, kata mereka. Lama berlayar terus di laut, begitu masuk darat tidak pernah jadi Panglima TNI. Diganti sama yang lain. Kan repot juga," kata Al Araf.
Pada sisi lain juga, kata dia, Presiden Joko Widodo punya visi yang cukup baik dalam pembangunan maritim security.
Konsekuensinya, kata dia, implementasi dari pembangunan maritim security juga penting untuk menjadikan Panglima TNI itu sesuai dengan pola rotasi tersebut.
"Jadi ada sinergitas di situ. Meski pada akhirnya, semua bergantung pada keputusan presiden. Kita kan publik hanya bisa menyampaikan perspektif kita dalam pergantian panglima TNI. Toh presiden akan menggunakan kewenangannya untuk menilai dan menimbang siapa yang tepat. Tapi secara normatif saya ingin katakan bahwa pola rotasi itu sesungguhnya lebih baik," kata Al Araf.