KPK Periksa Eks Kakanwil BPN Kalbar Sebagai Tersangka Gratifikasi dan TPPU
Juru bicara bidang pencegahan itu mengatakan pemeriksaan terhadap Gusmin dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalimantan Barat 2012-2016 Gusmin Tuarita (GTU), Jumat (16/7/2021).
"Tim penyidik KPK hari ini (16/7) melakukan pemeriksaan terhadap tersangka GTU dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam perkara dugaan gratifikasi terkait dengan pendaftaran tanah dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (16/7/2021).
Juru bicara bidang pencegahan itu mengatakan pemeriksaan terhadap Gusmin dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat dua tersangka, Siswidodo dan Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang Gusmin Tuarita (GTU) sejak November 2019. Tetapi, KPK baru menahan keduanya pada Maret 2021.
Baca juga: KPK Siap Hadapi Praperadilan Angin Prayitno Aji Tersangka Suap dari Bank Panin
Adapun konstruksi perkaranya, Gusmin Tuarita saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Kalimantan Barat dan saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Jawa Timur diduga memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, yang ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2013 dan mulai berlaku satu bulan sejak tanggal ditetapkan.
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, Gusmin bersama-sama dengan Siswidodo diduga menyetujui pemberian Hak Guna Usaha (HGU) bagi para pemohon dengan membentuk kepanitian khusus yang salah satu tugasnya menerbitkan surat rekomendasi pemberian HGU kepada kantor pusat BPN RI untuk luasan yang menjadi wewenang Kepala BPN RI.
Kurun waktu tahun 2013-2018, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU yang diterima secara langsung dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah maupun melalui Siswidodo bertempat di kantor BPN maupun di rumah dinas, serta melalui transfer rekening bank menggunakan nomor rekening pihak lain yang dikuasai Siswidodo.
Penerimaan sejumlah uang tersebut kemudian diduga disetorkan oleh Gusmin ke beberapa rekening bank atas nama pribadi miliknya dan anggota keluarga yang jumlahnya sekira Rp27 miliar.
Ada beberapa setoran uang tunai ke rekening bank Gusmin yang dilakukan oleh Siswidodo atas perintah langsung Gusmin dengan keterangan pada slip setoran dituliskan 'jual beli tanah' yang faktanya jual beli tanah tersebut fiktif.
Untuk jumlah setoran uang tunai melalui Siswidodo atas perintah Gusmin sekira sejumlah Rp1,6 miliar.
Selain itu, Siswidodo diduga juga telah menerima bagian tersendiri dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah yang di kumpulkan melalui salah satu stafnya.
Kumpulan uang tersebut digunakan sebagai uang operasional tidak resmi pada Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat (sebagai tambahan honor Panitia B).
Sisa dari penggunaan uang operasional tidak resmi tersebut kemudian dibagi berdasarkan prosentase ke beberapa pihak terkait di BPN Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun penerimaan oleh Siswidodo berjumlah sekitar Rp23 miliar.
Atas penerimaan sejumlah uang tersebut oleh Gusmin dan Siswidodo menggunakan beberapa rekening atas nama sendiri, menggunakan rekening atas nama orang lain, dan untuk penyetoran selain dilakukan sendiri juga meminta bantuan orang lain yang selanjutnya digunakan untuk pembelian berbagai aset bergerak maupun tidak bergerak, serta untuk investasi lainnya.
Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 2 ayat (1) serta pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.