Jika Sumbangan Rp 2 T Akidi Tio Benar Terealisasi, PPATK Dinanti Tugas Berat
PPATK dinanti tugas berat apabila sumbangan mendiang pengusaha Akidi Tio sebesar Rp 2 triliun betul terealisasi.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dinanti tugas berat apabila sumbangan mendiang pengusaha Akidi Tio sebesar Rp 2 triliun bagi penanganan pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan jadi terealisasi.
Kepala PPATK, Dr Dian Ediana Rae menjelaskan PPATK mesti meninjau dari mana sumber uang sebanyak Rp 2 triliun itu berasal.
"Seandainya ini jadi, yang Rp 2 triliun, tugas berat PPATK adalah memastikan dari mana uang itu, kalau jelas profilnya, bisnisnya besar, itu clear," ungkap Dian dalam program Live Talk di YouTube SripokuTV, Selasa (3/8/2021).
Jika uang tersebut tidak dapat diklarifikasi bersumber dari sumber yang halal, Dian menyebut ini akan menjadi persoalan serius.
"Seandainya (sumbangan Rp 2 triliun) ini tidak terjadi, ini bisa dikatakan sebagai pencederaan, mengganggu integritas pejabat dan integritas sistem keuangan di Indonesia, di mana tidak bisa dipakai untuk main-main," tegasnya.
Baca juga: UPDATE: Uang Putri Akidi Tio di Bilyet Giro Bank Mandiri Ternyata Tak Sampai Rp 2 Triliun
Dian menyebut, hingga Selasa (3/8/2021) siang, belum ada transaksi Rp 2 triliun di sistem keuangan dalam negeri.
"Sampai siang ini, data menunjukkan memang transaksi itu belum ada."
"Itu yang bisa kita monitor secara langsung karena PPATK memiliki akses langsung terhadap sistem keuangan kita," ungkap Dian.
Dalam kesempatan itu, Dian juga menjelaskan peran PPATK dalam polemik sumbangan Rp 2 triliun ini.
"Tugas utama kita melakukan analisis setiap transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan," ungkapnya.
Baca juga: Pernah Dilapor ke Polda Metro, Putri Akidi Tio Diduga Terlibat Kasus Songket Fiktif di Istana Negara
Adapun PPATK menilai sumbangan Rp 2 triliun ini masuk kriteria transaksi yang mencurigakan.
"Transaksi keuangan dalam jumlah besar seperti ini, setelah kita hubungkan dengan profil si pemberi atau kita sebut sebagai profiling, ini adalah inkonsistensi, ini tentu saja masuk kriteria mencurigakan," ungkapnya.
Selain itu, Dian menilai pihak yang diberi sumbangan tidaklah tepat.
"Seandainya penerima adalah Departemen Sosial, atau lembaga yang secara tupoksi bisa menerima sumbangan ini, katakanlah Satgas Covid atau BNPB, mungkin tidak akan menimbulkan persoalan yang terlalu berarti buat kita."