Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kurangi Overcapacity Lapas, Wamenkumham Sebut Ada 3 RUU yang Urgen Disahkan

Menurut Eddy, ada beberapa amandemen pasal di dalam RUU Narkotika untuk mengurangi overcapacity.

Penulis: Reza Deni
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kurangi Overcapacity Lapas, Wamenkumham Sebut Ada 3 RUU yang Urgen Disahkan
shutterstock
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharief Hiariej mengatakan dalam rangka mengurangi kapasitas berlebihan di lembaga pemasyarakatan, ada tiga Rancangan Undang-Undang yang sangat mendesak untuk segera disahkan.

Hal itu dikatakan Eddy, sapaan karib Edward, dalam webinar Covid-19, Prison Overcrowding And Their Impact on Indonesia's Prison System yang diadakan Ditjen PAS, Kamis (5/8/2021).

Yang pertama dikatakan Eddy yakni RUU No 35 tahun 2009 atau RUU Narkotika. Menurut Eddy, ada beberapa amandemen pasal di dalam RUU Narkotika untuk mengurangi overcapacity.

Baca juga: Sidang Perdana Kasus Prostitusi, Cynthiara Alona Dengar Dakwaan Jaksa, Diancam 15 Tahun Penjara

"Saat di Cipinang, saya betul-betul miris karena terjadi over kapasitas hampir 3 kali lipat atau 300 persen. Kedua, sebagian besar penghuni lapas itu adalah kejahatan narkotika," kata Eddy.

Ditambah, Eddy mengatakan lapas-lapas tersebut sebagian besar berisi para pengguna.

"Dalam studi kejahatan, seorang pengguna narkotika, dia itu bukan offender, tapi dia lebh kepada victim, makanya dikenal dengan istilah criminal without a victim atau victimless. Mereka itu sebetulnya adalah korban," katanya.

Baca juga: Tolak Langkah Korektif Ombudsman, KPK Nyatakan Pegawainya Masih Dibebastugaskan

BERITA REKOMENDASI

Maka itu, dalam RUU Narkotika, Eddy mengatakan para pengguna narkotika tak lagi dijatuhi hukuman pidana, tapi direhabilitasi.

RUU kedua, dikatakan Eddy, yakni RUU KUHP, yang menurutnya dalam RUU ini sudah berorientasi pada hukum modern.

Diketahui, KUHP diyakini bersumber dari hukum-hukum zaman kolonial Belanda.

"Tidak lagi kita melihat hukum pidana sebagai sarana balas dendam, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif," kata Eddy.

Baca juga: 5 Tersangka Pelaku Penyiraman Air Keras kepada Wartawan di Medan Terancam 12 Tahun Penjara

Dalam RUU KUHP, Eddy mengatakan meskipun pidana penjara masih lidana pokok, dia bukanlah yang utama.

"Masih ada empat sanksi pidana lainnya, yaitu pidana denda, pidana pengawasan, pidana percobaan, dan pidana kerja sosial," tambah Eddy.

Dia mencontohkn soal rancangan hukuman dalam RUU KUHP berdasarkan lamanya seseorang dihukum.

"Kalau misalnya ancaman tidak lebih dari 4 tahun, maka hakim menjatuhkan pidana kerja sosial. Kalau ancaman pidananya tidak lebih dari 2 tahun, maka hakim menjatuhkan pidana pengawasan. Bahkan, untuk kejahatan-kejahatan tertentu, bisa dijatuhi pidana denda," kata Eddy.

Wamen yang berlatar belakang profesor di bidang hukum itu melanjutkan RUU selanjutnya yang sangat urgen untuk disahkan yakni RUU Pemasyarakatan.

Di RUU ini, Eddy menjelaskan bagaimana pihak lapas tak lagi dijadikan tempat pembuangan terakhir.

"Di sini tidak lagi menempatkan lembaga pemasyarakatan sebagai tempat pembuangan akhir, tetapi sudah terlibat sejak awal dalam sistem peradilan pidana, di mana dia terlibat dari proses ajudikasi. Jadi ketika perkara itu mulai di tangan penyidik itu lembaga pemasyarakatan sudah dilibatkan," pungkas Eddy

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas