Jawab Somasi Moeldoko, Ini Penjelasan ICW
Menurut Isnur, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menjawab somasi dari Otto Hasibuan, yang merupakan kuasa hukum Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Kuasa Hukum ICW, Muhammad Isnur dalam keterangannya menjelaskan bahwa ICW melakukan pemantauan terhadap kinerja pejabat publik.
Hal itu dilakukan dalam bingkai penelitian.
"Merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional," ujar Isnur dalam keterangannya, Sabtu (7/8/2021).
Baca juga: ICW Sudah Terima Somasi Kedua dari KSP Moeldoko, Kuasa Hukum: Akan Kami Baca Dulu
Menurut Isnur, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi.
“Terlepas dari kekeliruan kuasa hukum Moeldoko, ICW ingin tekankan bahwa kajian seperti ini bukan kali pertama dilakukan," tuturnya.
Polemik Ivermectin, kata dia, bukan produk satu-satunya ICW selama masa pandemi Covid-19.
ICW, lanjut dia, telah menghasilkan banyak kajian, diantaranya, Policy Brief Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19, Potensi Kuat Konflik Kepentingan dalam Kondisi Covid-19, Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa saat Covid-19, dan lain-lain.
“Poin ini sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan adanya motif politik di balik kajian polemik Ivermectin,” tutur Isnur.
Kata Isnur, ada dua poin yang dipermasalahkan oleh Moeldoko dalam kajian ICW.
Tudingan pemburuan rente dan ekpor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
“Berangkat dari poin permasalahan itu, ICW sudah membalas somasi Moeldoko pada hari Selasa, 3 Agustus 2021. Jadi, jelas keliru kuasa hukum Moeldoko jika kemudian mengatakan belum menerima surat balasan dari ICW,” ujarnya.
Sebab dalam surat balasan ICW untuk Moeldoko, lanjut M Isnur, telah ditegaskan beberapa hal.
Pertama, ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
Hal ini, tulis Isnur, didasarkan atas relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Sofia Koswara (Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin) dalam PT Noorpay Nusantara Perkasa.
“Tidak hanya itu, beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses. Padahal, pada waktu yang sama, uji klinis atas obat ivermectin belum diselesaikan," katanya.
Perlu juga diketahui, sambung M Isnur, temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin oleh HKTI berkerjasama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah.
“Tak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat. Tindakan itu pun dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut,” ujarnya.
Kedua, kata M Isnur, perihal ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Dalam surat balasan somasi, ICW sudah meluruskan bahwa telah terjadi misinformasi.
Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism,.
“Jadi, tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah. Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," tuturnya.