Waspada Love Scam, Penipuan Bermodus Percintaan yang Marak di Media Sosial, Kenali Karakteristiknya
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan modus tindak pidana yang marak dilakukan secara online.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan modus tindak pidana yang marak dilakukan secara online.
Tindak kejahatan tersebut dikenal dengan nama Love Scam, atau penipuan dengan modus percintaan melalui media sosial.
Dikutip dari unggahan akun Instagram resmi @ppatk_indonesia pada Jumat (6/8/2021), kerugian yang ditimbulkan akibat Love Scam ini mencapai milyaran rupiah.
Diketahui mayoritas korban Love Scam adalah perempuan yang terperdaya dengan penampilan pelaku di media sosial.
Baca juga: Pelajar 14 Tahun Tewas Jadi Korban Kejahatan Jalanan Dinihari di Jl AM Sangaji Yogyakarta
Pada umumnya wanita-wanita yang menjadi korban berusia separuh baya dan berstatus lajang.
Koordinator Kehumasan PPATK, M Natsir Kongah mengungkapkan berdasarkan laporan yang ditindak lanjuti, selama 2020-2021 sudah ada 20 kasus Love Scam yang terjadi.
"Kalau yang dari berdasarkan laporan yang ditindak lanjuti itu ya ini tahun 2020-2021 ada 20 kasus," kata Natsir kepada Tribunnews.com, Jumat (6/8/2021).
Baca juga: Kapolda Metro Akan Tindak Tegas Oknum yang Manfaatkan Pandemi Covid-19 untuk Melakukan Kejahatan
Karakteristik Love Scam
Natsir mengungkapkan ada beberapa karakteristik dari Love Scam.
Di antaranya yakni pelaku dan korban biasanya bertemu atau berkenalan di dunia maya.
Selain itu pelaku juga mayoritas berasal dari luar negeri, atau warga negara asing.
Parahnya, para pelaku ini tidak hanya menjalankan aksinya di Indonesia saja, tapi juga menyebar di beberapa negara lainnya.
Baca juga: Kejahatan Makin Canggih, Jokowi Minta Polri Kuasai Iptek
"Jadi dari apa yang kita lihat Love Scam ini karakteristiknya itu pertama antara pelaku dan korban korban itu biasanya bertemu atau berkenalan di dunia maya."
"Dan ini kalau kita lihat pelakunya kebanyakan dari luar negeri. Para pelaku ini tidak hanya di Indonesia saja dalam menjalankan aksinya, tapi juga menyebar di banyak negara lainnya," terang Natsir.