Pengamat: Semua Kebijakan Jokowi Dikritik, Demokrat Sekarang Sudah Jadi Oposisi
Karyono Wibowo menilai bahwa Partai Demokrat kini telah merubah posisi politiknya dari Partai Penyeimbang menjadi partai Oposisi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai bahwa Partai Demokrat kini telah merubah posisi politiknya dari Partai Penyeimbang menjadi partai Oposisi.
Penilaian tersebut didasarkan pada tingginya intensitas atau frekuensi kritik Partai Demokrat kepada Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Dalam satu-dua Bulan terkahir misalnya Demokrat mengkritik penanganan Pandemi, Cat Pesawat Kepresidenan, hingga terkahir politikus Demokrat Rachlan Nashidik yang mengunggah karikatur Jokowi yang ditempeli sejumlah tulisan di akun twitter-nya yang dinilai sejumlah pihak sebagai penghinaan.
"Produksi kritiknya terus-terusan, frekuensinya semakin sering, kebijakan Pandemi, cat pesawat hingga membandingkan Jokowi dan SBY. Apapun di kritik, ini menunjukkan kalau Demokrat sedang merubah posisinya dari partai penyeimbang atau yang banyak disebut oposisi banci menjadi oposisi murni," kata Karyono kepada Tribunnews.com, Senin (9/8/2021).
Baca juga: Demokrat: Pemerintah Jangan Main-main dengan Nyawa Rakyat
Hal itu kata dia, berbeda dengan posisi pada periode 2014-2019, Demokrat memilih menjadi penyeimbang dengan menyisipkan sejumlah apresiasi pada pemerintahan, atau mengkritik pemerintah disertai dengan solusinya.
Perubahan posisi Demokrat tersebut kata dia bukan tanpa alasan. Demokrat kata Karyono memilih posisi diametral atau berhadap dengan pemerintah Jokowi untuk tujuan Pemilu 2024.
Partai Demokrat berharap pada ceruk pemilih yang tidak puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Tentu harapannya dengan mendowngrade kinerja pemerintah atau performance pemerintah efeknya meningkatkan ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap Jokowi, sehingga ada peluang untuk menggaet pemilih," kata dia.
Demokrat kata Karyono menyasar pemilih yang selama ini diambil oleh PKS. Pada 2019 lalu, suara PKS meningkat signifikan berkat posisi yang secara konsisten menjadi oposisi.
Pada Pileg 2014 PKS meraih 6,79 persen suara kemudian naik pada Pileg 2019 dengan mengantongi 8,21 persen suara.
Pada periode yang sama suara Demokrat justru menurun karena posisi sebagai penyeimbang.
"Pemilih yang tidak puas denga kinerja pemerintah banyak diambil oleh partai oposisi seperti PKS. sehingga suara PKS di 2019 justru naik signifikan karena memang mengambil posisi diametral," katanya.
Demokrat juga kata Karyono berharap seperti PDIP yang secara konsisten menjadi oposisi selama dua periode pemerintahan SBY.
PDIP mampu memanage suara pemilih yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan SBY.
Hanya saja kata Karyono, tidak mudah bagi Demokrat ingin seperti PDIP atau PKS.
Pertama partai yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono tidak memiliki konsistensi.
Selain itu menurut dia, kritik yang dilontarkan Demokrat kepada pemerintah kebanyakan tidak esensial yang menyangkut hajat masyarakat banyak.
Akibatnya kritikan tersebut tidak berdampak positif pada elektabilitas.
"Kalau asal kritik tidak berdampak positif, bahkan bisa jadi boomerang. Kenapa AHY elektabilitasnya segitu segitu saja, karena kritik yang dilontarkan tidak esensial yang fundamental yang dilandasi bukti-bukti yang cukup yang mewakili masyarakat. Ibaratnya seperti serdadu yang memuntahkan banyak peluru tapi tidak mengenai sasaran," pungkasnya.