Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Militer Pertanyakan Penghapusan Tes Keperawanan dalam Rekrutmen Kowad

Panglima TNI telah mengeluarkan petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat Militer Pertanyakan Penghapusan Tes Keperawanan dalam Rekrutmen Kowad
TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA
Ilustrasi. Para siswa Kowad. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan langkah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus tes keperawanan dalam proses rekrutmen Kowad.

Sepengetahuannya, Panglima TNI telah mengeluarkan petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI. 

Artinya, kata dia, KSAD mestinya tidak dapat mengeluarkan kebijakan atau menerapkan ketentuan yang bersifat parsial di luar petunjuk Mabes TNI. 

Jika memang diperlukan perubahan kebijakan, kata Fahmi, semestinya hal itu dibahas bersama dulu dalam lingkup TNI.

"Saya justru mempertanyakan motif KSAD mempublikasikan pernyataan itu. Perubahan kebijakan itu jelas populis. Selaras dengan pendapat sejumlah kalangan pegiat HAM dan kelompok masyarakat. Namun apakah kebijakan parsial itu bisa benar-benar diterapkan? Yang jelas Panglima TNI hingga saat ini belum mengubah juknis pemeriksaan dan uji kesehatannya dan kita juga belum tahu, apakah kebijakan KSAD tersebut disetujui," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (11/8/2021).

Baca juga: Respons TNI AU Soal Tes Keperawanan Dalam Proses Rekrutmen di Lingkungan TNI

Fahmi mengatakan, TNI selama ini menerapkan prosedur pemeriksaan genital sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada seleksi penerimaan personel di tiap jenjang. 

Berita Rekomendasi

Belakangan, kata dia, prosedur tersebut menuai polemik yang terkait dengan isu keperawanan sebagai syarat bergabung dalam Korps Wanita TNI. 

Menurut pengamatannya sejumlah kalangan termasuk pegiat HAM menilai pemeriksaan genital terkait isu keperawanan tersebut tidak relevan dan diskriminatif.

"Menurut saya, polemik itu sebenarnya lebih diakibatkan minimnya penjelasan menyangkut persoalan prosedur pemeriksaan kesehatan dalam seleksi personel. Bagaimanapun, kita harus memahami bahwa TNI tampaknya ingin menerapkan standar kesehatan dan moral yang tinggi bagi personelnya," kata dia.

Pemeriksaan genital, kata dia, diberlakukan tidak hanya bagi perempuan namun juga laki-laki. 

Hal tersebut, kata dia, dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih memadai terkait kondisi kesehatan dan perilaku yang bersangkutan. 

Ia mencontohkan misalnya calon prajurit tersebut mengidap penyakit menular seksual atau penyakit genital atau tidak. 

Selain itu juga, kata dia, contohnya terkait bagaimana perilaku seksual dan bahkan calon prajurit tersebut sudah pernah menikah atau belum. 

"Jika pemeriksaan itu dihapus begitu saja, maka akan sulit bagi TNI untuk melakukan 'profiling' kesehatan dan moral calon anggotanya secara lebih komprehensif," kata Fahmi.

Fahmi bisa memahami jika status keperawanan dihapuskan dari persyaratan lolos seleksi, karena status itu belum tentu relevan dengan kondisi kesehatan si calon. 

"Namun saya tidak sepakat jika pemeriksaan genital baik bagi laki-laki maupun perempuan dihapuskan, mengingat hasil pemeriksaan tersebut dapat menjadi salahsatu data/informasi penting dalam tahapan seleksi berikutnya untuk benar-benar mendapatkan personel dengan standar kesehatan dan moral yang diharapkan," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas