Desak Pemerintah Bebaskan Pajak Obat dan Alkes, IDI: Orang-orang Lagi Susah, Jangan Dibebani Pajak
Waketum IDI, Slamet Budiarto menyebut pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu dirasa tidak tepat, orang susah jangan dibebani pajak
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto menyebut pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu dirasa tidak tepat.
Apalagi keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan, seperti saat-saat pandemi seperti ini.
Menurut Slamet, semestinya pajak itu dibebankan untuk barang-barang yang mengandung unsur kenikmatan.
Pajak diberlakukan untuk masyarakat yang menerima kenikmatan seperti halnya pembelian barang atau kendaraan.
Misalnya, membeli mobil, membeli handphone, membeli rumah dan lain sebagainya.
Baca juga: Hasil Tes Swab Antigen Negatif Tetapi Alami Anosmia, Begini Penjelasan Dokter
Baca juga: Daftar Stasiun Layani Vaksin Covid-19 dan Tes Antigen, Termasuk Persyaratan Naik Kereta Api
Hal tersebut diungkap Slamet kepada Tribunnews, Minggu (15/8/2021).
"Masa obat dan alat kesehatan dibebani pajak, yang dimaksud pajak kan kenikmatan, misal, dapet gaji beli mobil, beli handphone, beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah jangan dibebani pajak, ini brunded ini," kata Slamet.
Menyikapi hal ini, Slamet mewakili IDI mendesak pemerintah untuk memberikan relaksasi pajak masuk, khususnya alat kesehatan dan obat-obatan ke Indonesia.
"(Kami) mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak untuk obat alkes laboratorium, baik yang terkait Covid-19 maupun yang tidak terkait Covid-19, karena orang sakit kan tidak hanya terkait Covid-19 aja," ujar Slamet.
Selain itu, pada kesempatan yang sama Slamet juga turut memberikan tanggapan terkait dengan adanya perbedaan harga pelayanan test swab PCR.
Slamet menjelaskan terdapat perbedaan harga yang cukup tinggi antara test swab PCR di Indonesia dengan beberapa negara lain, termasuk India.
Baca juga: Ini Aturan Penumpang Pesawat Rute Internasional Selama PPKM Level 4
Menurut Slamet, yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu lagi-lagi karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.
Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain, kata Slamet, tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.
"Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium," jelas Slamet.
Untuk itu, pihaknya bahkan telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait, untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.
"Kami sudah surati Presiden sekitar bulan Maret-April, DPR juga sudah kita suratin agar obat dan alkes jangan dibebani pajak, udah itu aja (dibebaskan pajak) itu akan turun semua (harga test)," ujar Slamet.
Baca juga: Hasil Kajian Penggunaan Vaksin Sinovac dan Sinopharm Sebagai Syarat Perjalanan Umrah Segera Dirilis
Jokowi Beri Respon, Minta Turunkan Harga tes PCR
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin untuk dapat menurunkan biaya tes PCR Covid-19 di Indonesia.
Hal ini, menurut Jokowi, penting dilakukan mengingat jika biaya tes PCR turun dan terjangkau bagi masyarakat, maka secara tidak langsung akan mampu memperbanyak testing.
Jika testing meningkat, maka peluang penanganan virus Covid-19 dapat segera dilakukan lebih dini.
Untuk itu, Jokowi meminta Kemenkes dapat menurunkan biaya PCR dengan kisaran harga antara Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu.
Hal itu diungkapkan Jokowi dalam keterangan pers di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Baca juga: Aturan Baru Kemenhub, Penumpang Pesawat Rute Domestik Jawa-Bali Bisa Gunakan Rapid Test Antigen
"Salah satu cara untuk memerbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR."
"Dan saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu," ungkap Jokowi.
Selain menurunkan harga, Jokowi juga meminta agar proses pengecekan spesimen dipercepat.
Bahkan mungkin hasilnya dapat diketahui dalam waktu maksimal 1x24 jam.
"Saya juga minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1x24 jam, kita butuh kecepatan," kata Jokowi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rizki Sandi Saputra)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.