Rehabilitasi Mangrove Menjadi Penyelamat di Kala PPKM
Perjuangan kelompok ini dalam membudidayakan mangrove mulai terlihat pada 2018.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
Sejak 1950an Desa Juru Seberang, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung menjadi salah satu lokasi penambangan timah.
Meski lahan sempat dikembalikan ke pemerintah pada 1980an, namun kegiatan penambangan timah terus berlanjut. Kali ini proses penambangan dilakukan secara ilegal.
"Pengambilannya itu tanpa aturan. Jadi tempatnya dari dataran hingga lautan itu rusak," kata Jufri, Wakil Ketua Kelompok Seberang Bersatu, Minggu (15/8/2021).
Jufri bercerita akibat penambangan itu, ekosistem dan mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan terganggu.
Pada 2013, gagasan untuk merehabilitasi lingkungan mangrove itu muncul dalam bentuk tempat wisata.
Seiring diskusi antarwarga, gagasan menyelamatkan mangrove yang rusak justru menguat.
"Jadi mayoritas warga berpikir, kalau mangrovenya dibabat, udang, kepiting, suatu hari akan punah. Akhirnya sadar, ada penambang (timah) yang masuk jadi penggiat mangrove," kata dia.
Jufri mengatakan kelompok awalnya hanya mengelola 5 hektare lahan.
Selama masa awal ini, Jufri dan kawan-kawan mengalami kesulitan. Dari 5.000 bibit mangrove yang coba mereka tanam, mangrove yang tumbuh hanya sekitar 10 persen.
"Waktu itu kita belum dapat ilmunya," ujar dia.
Baca juga: Penanaman Bibit Mangrove Dinilai Dapat Menguntungkan Masyarakat Secara Ekonomi
Beranjak dari kegagalan ini, Jufri dan kelompoknya membuat divisi-divisi. Ada kelompok yang khusus membudidayakan, renovasi, dan tukang.
Jufri sendiri belajar teknik membudidayakan mangrove hingga ke Karangsong, Indramayu dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Dari perjalanan ini, Jufri mulai menemukan jawaban masalah budidaya mangrove di kelompoknya.
"Saya terjun ke lapangan, baca buku, buka Google, ternyata bibit yang ditanam kelompok tidak cocok di bekas tambang. Ditemukan jenis Stylosa dan Mucronata, dan program sekarang Apiculata," ucap dia.